Lihat ke Halaman Asli

Sudiarto Abram Simamora

Penganut Kristen Garis Lurus dan Juga Penikmat Nasi Goreng, gitoe saja!

Prabowo & Kesalahan Terbesarnya

Diperbarui: 3 Februari 2017   11:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: www.profilpedia.com

Siapa tidak mengenal Prabowo Subianto?, Tentu bisa dipastikan mayoritas masyarakat Indonesia mengenal beliau. Sosoknya sangat gagah, simpatik dan sangat dikagumi banyak kalangan. Nasionalismenya yang tinggi menjadikannya diterima diberbagai kelompok masyarakat. Ditambah karir militernya selama 28 tahun membuat beliau semakin berkarisma. Apalagi setelah diangkat menjadi Wakil Detasemen Penanggulangan Teror Komando Pasukan Khusus (Kopassus) pada 1983, kelompok nasionalis semakin mengidolakannya meskipun tentu ditentang oleh kelompok radikalis dan kelompok ekstrim lainnya.

Berbagai penghargaan diraihnya salah satunya  sebagai komandan termuda saat mengikuti operasi Tim Nanggala di Timor Timur. Karir terakhirnya adalah sebagai Panglima Kostrad selama dua bulan sampai kejatuhan Suharto di tahun 1998. Setelah karir militernya berakhir, kemudian di tahun 2004 pernah mengikuti konvesi partai Golkar untuk mencari calon presiden. Beliau lolos sampai tahap akhir namun akhirnya kandas ditangan Wiranto.

Saya mengenal beliau di tahun 2008, ketika dia bersama rekan-rekannya mengukuhkan berdirinya Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya). Iklan-iklan partainya yang banyak merangkul semua kalangan saat itu khususnya para petani membuat saya terkagum-kagum dengan pribadinya yang terlihat sangat pro kepada kelas menengah kebawah. Disamping dari segi kepribadian Prabowo, dari segi idealisme Partai Gerinda yang dideklarasikan sebagai Partai Nasionalis tentu diterima disemua kalangan masyarakat termasuk saya. Terbukti di 2009, saya menjadi salah satu pemberi suara Gerinda dari sekitar 4,5 juta suara Gerindra kala itu atau sekitar 4,46% suara. Keberhasilan Prabowo dan Gerindra dalam pemilu perdananya membuatnya didekati oleh Partai Nasionalis lainnya.

Salah satunya adalah Partai besar PDI-Perjuangan. Melalui pertemuan-pertemuan yang alot, akhirnya Gerindra bersedia memasangkan Prabowo sebagai calon wakil Megawati di Pemilu Presdien 2009 meskipun pada awalnya Gerindra mengharapkan Prabowo sebagai calon presiden. Saat itu saya dan tentu banyak simpatisan Prabowo yang lain sangat mengharapkan Prabowo yang maju sebagai calon presiden. Namun pihak Gerindra akhirnya legowo dengan menandatangani Perjanjian Batu Tulis dengan pihak Megawati yang salah satunya berisikan bahwa tahun 2014, Megawati dan PDIP akan mengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden meskipun tetap kandas ditangan SBY dan Demokrat. Dan ternyata 2014, PDIP melanggar isi perjanjian tersebut dengan mengangkat kadernya yang sedang di puncak popularitasnya, Jokowi sebagai calon presidennya. Prabowo dan Gerindra marah besar.

Menggadaikan Idealisme

Perang antara dua partai besarpun tidak dapat dihindari. Prabowo dan Gerindra mengambil sikap ekstrim yang menjadikannya dijauhi kelompok nasionalis. Gerindra yang dikenal sebagai partai sayap kiri dan berhaluan nasionalis merangkul kelompok lain dari haluan sayap kanan. Alih-alih menyatukan semua kalangan masyarakat dari idealisme partai yang berbeda-beda, justru jadi batu sandungan buat Prabowo. Salah satu partai yang dirangkul Prabowo adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Bagi saya dan kelompok nasionalisme yang lain, PKS adalah Partai yang sangat anti Pancasila, mendukung kelompok-kelompok intoleransi. Partai sok gamis namun banyak kadernya terjerat kasus korupsi. Bergabungnya PKS dengan Prabowo tentu mempengaruhi sedikit banyak idealismenya Prabowo.

Sikapnya yang awalnya Nasionalis bergeser ke sedikit Islamis. PKS tentu sangat diuntungkan karena mendapat amunisi baru untuk memasukkan ide-ide kepentingannya apabila Prabowo berhasil menjadi RI-1. Bahkan PKS dengan semangatnya yang tinggi menjadikan Prabowo menjadi Presiden tidak sungkan-sungkan mengeluarkan jurus fitnah calon presiden lain saingan Prabowo untuk menjatuhkan pamor lawan. Berhasilkah Prabowo dan kelompoknya??.... Tentu kita lihat sendiri, berbagai usaha dilakukan pendukung-pendukungnya termasuk melobi lembaga-lembaga survey namun hasilnya Jokowi dan kelompok nasionalislah yang menjadi juaranya.

Peristiwa 2014 itu menjadi yang kedua kalinya bagi Prabowo mengalami kekalahan di Pilpres. Prabowo mengubah haluan politiknya namun tetap tidak berhasil, WTF?. Perang politik masih belum berakhir, Prabowo dan pendukungnya masih berusaha mengganjal kader-kader PDIP di pemerintahan. Salah satu yang sangat terasa adalah di Pilkada DKI 2017. Apakah Prabowo dan teamnya akan berhasil?, 15 Februari 2017 adalah waktu yang tepat untuk mengetahuinya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline