Lihat ke Halaman Asli

Keunikan Belajar Siswa Membutuhkan Refleksi Guru

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kalau mengamati siswa belajar suatu konsep maka akan teramati  ada siswa yang cepat memahami, lambat dan ada pula yang  super cepat  melakukan lompatan pemahaman dengan cara melakukan kaitan konsep yang dipelajari dengan konsep lainnya. Setiap siswa unik dalam belajar, kalau ada 40 siswa di kelas maka akan diperoleh tekstur cara belajar berbeda sesuai dengan tingkatan perkembangannya.

Gambaran di atas banyak dipahami sebagai learning trajectory (lintasan belajar). Itu siswa, bagaimana mengenai lintasan  belajar guru ? Meminjam istilah Bloom memiliki  Higher Order Thinking (HOT), keterampilan berpikirnya telah berada pada tingkat  to create (menciptakan). Semuanya terasah  baik dalam pra jabatan (pendidikan sebelumnya) atau dalam jabatan guru (ketika menjadi guru).

Apa yang menjadi dasar penciptaan ? Tidak ada guru berarti tidak ada siswa, maka siswa pemicu utama untuk menciptakan berbagai alternatif tindakan dalam mengajar.  Kita telah banyak memperoleh preskripsi general mengenai siswa sebagai pemicu utama  untuk menciptakan tindakan dalam mengajar melalui pendidikan dan pelatihan profesi. Tetapi apakah semua itu memprovokasi dinamisasi untuk melakukan refleksi sehingga  dapat menciptakan cara-cara kreatif  dalam pembelajaran?

Sebuah Perjalanan Penemuan

Mendidik itu bukan hanya sebagai ilmu  yang dapat dikontrol, dijelaskan dengan mudah dan diprediksi dengan akurat tetapi juga sebagai sebuah seni yang membutuhkan ide kreatif  dalam setiap menghadapi permasalahan pokok, yaitu masalah belajar siswa.

Boleh saja metoda mengajar dirancang sedemikian apik, rinci dan jelas dengan mempertimbangkan berbagai hal, semisal  mengadopsi pandangan  Joice tentang sintax pembelajaran, rancangan  sistem sosial dan sumber daya  pendukung yang dipersiapkan secara matang. Preskripsi general semacan itu tidak akan efektif bila tidak dimulai dengan analisis permasalahan belajar siswa. Singkatnya, temukan masalah, kemudian alternatif solusinya.

Analisis masalah  belajar dilakukan ketika guru berinteraksi dengan siswa seiring dengan itu guru melakukan refleksi  untuk menemukan alternatif paling optimal. Kemudian guru dan siswa mengimplementasikannya. Guru belajar dari siswa tentang tekstur cara belajarnya dan siswa belajar dari guru tentang sejumlah kompetensi.

Refleksi melekat dalam  praksis sebagai sebuah “perjalanan penemuan” bagaimana seharusnya mendidik. Tonggak tonggak keberhasilan dicatat  dan dilaporkan kepada orang tua untuk memastikan siswa memperoleh layanan belajar secara optimal. Perolehan sekumpulan solusi terbaik di uji secara terus menerus sehingga menghasilkan best practices.

Pengetahuan dikonstruksi dalam interaksi sosial, begitulah kata Vygotsky. Cara belajar siswa yang unik dan berbeda satu sama lainnya dapat dipahami dengan melakukan sebuah “perjalanan penemuan” bagaimana mendidik merupakan aspek penting bahkan inti dari Continous Professional Development.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline