Testosteron merupakan hormon steroid atau hormon kelamin pada pria yang di produksi oleh sel leyding di testis . ukuran diameter 15 hingga 20 m yang terletak di tubulus seminiferus satu dengan tubulus seminiferus yang lain di testis ( Haider, 2016).
Hormon tetosteron sangat berperan dalam pertumbuhan baik secara fisik maupun psikologis pada pria. Peran vital hormon testosterone bagi pria adalah pada proses spermatogenesis, dimana hormon ini berperan pada saat pembelahan sel sel germinal untuk pemebentukan spermatozoa khususnya pada pembelahan meiosis untuk pembentukan spermatosit sekunder (Ascobat,2008 dalam Permatasari & Widhiantara, 2017).
Hormon testosteron juga berperan dalam pengontrolan perkembangan organ reproduksi dan tanda seks sekunder pada laki-laki yang berupa pembesaran laring, perubahan suara, pertumbuhan suara, pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, pelebaran dada, pertumbuhan kumis dan jenggot, serta pertumbuhan otot dan juga tulang( Guyton, 2001 dalam Permatasari & Widhiantara, 2017). Dilihat dari banyaknya fungsi hormon testosteron ini sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada tubuh manusia. Sehingga adanya defisiensi hormon testosteron khususnya pada pria akan sangat berpengaruh pada tumbuh kembang seorang pria.
Defisiensi hormon testosteron dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah karena dipengaruhi oleh pertambahan usia, dimana seiring meningkatnya usia pria, maka produksi hormon testosteron akan menurun, faktor lain adalah dikarenakan obesitas yang mengambat sel leyding untuk memproduksi hormon testosteron karena produksi aromatase di jaringan adiposa (jaringan ikat pengikat lemak) bertambah.
Faktor lingkungan juga dapat mempengarui defisiensi testosterone, yaitu berupa pencemaran , populasi lingkungan, pengaruh zat kimia kurang tersedianya air bersih, diet, pola makan, adanya perubahan hormon yang tidak stabil, faktor psikologis misalnya stress, adanya perasaan takut, terlalu banyak mengonsumsi lemak yang dapat menurunkan testosteron dan meningkatkan estrogen sehingga terjadi obesitas (Manurung, Bolon, & Manurung, 2017)
Obesitas adalah kondisi dimana terjadi penimbunan lemak di dalam tubuh akibat kelebihan asupan kalori (Rendi Aji Prihaningtyas, 2018). Obesitas ditandai dengan berat badan yang melebihi normal. Tingkat kenormalan berat badan seseorang disesuaikan dengan usia dan tinggi badan orang tersebut. Beberapa faktor yang memengaruhi seseorang obesitas antara lain faktor genetik, demografi, dan gaya hidup.
Hormon testosteron merupakan faktor penting yang memengaruhi kenaikan berat badan metabolisme yang lambat. Semakin bertambah usia, tubuh mulai kehilangan otot dan ditambah dengan penurunan produksi hormon testosteron. Hal ini mengurangi kemampuan tubuh pria dalam menggunakan insulin bahkan resisten terhadap insulin. Berdasarkan penjelasan diatas dapat dketahui bahwa rendahnya prosuksi hormon testosteron pada pria dapat menyebabkan peningkatan lemak pada jaringan tubuh.
Defisisensi testosteron atau Hipotestosteron pada pria menyebabkan berbagai keluhan ataupun penyakit lainnya baik secara fisik, maupun psikologi. Beberapa keluhan tersebut diantaranya adalah osteoporosis, kurangnya massa otot, menurunnya libido, hilangnya mood, obesitas, berkurangnya ereksi nocturnal di pagi hari, disfungsi ereksi, kurangnya kekuatan fisik, sarkopenia, fatigue,dan juga gangguan tidur (Grech, Breck, & Heidelbaugh, 2014). Peningkatan komposisi lemak tubuh merupakan gambaran klinis dari hipotestosteron.
Pada umumnya kadar terstosteron yang rendah menimbulkan atau meningkatkan deposisi lemak atau yang disebut sebagai hipotesis hypogonadal-obesity cycle. Hormon testosteron yang diproduksi akan dikonversi menjadi 17 oestradiol oleh aktivitas enzim aromatase di jaringan adiposa .
Oleh sebab itu, apabila ekspresi atau produksi adiposa tinggi, maka akan meningkatkan konversi oleh aromatase sehingga akan terjadi reduksi kadar testosteron. Menurunya kadar testosteron akan meningkatkan jumlah adiposa dan deposisi lemak yang akan secara perlahan-lahan menurunkan produksi kadar testosteron. Aktivitas enzim aromatase yang berlebihan mengakibatkan peningkatan jumlah adiposa sehingga akan menyebabkan supresi sekresi hormon testosteron oleh gonadotropin menurun atau hipotestosteron (Grech, Breck, & Heidelbaugh, 2014).