Hari itu Minggu, 29 Januari 2023 sore hari. Aku bersama rombongan Nur Ramadhan ikut antri dengan tertib diantara ribuan orang yang mengantri hendak memasuki Masjid Aya Sofia di Istanbul.
Mereka rela antri yang panjang. Cuacanya sangat dingin sekali dan ketika kulihat di handphone menunjukkan 3 derajat Celcius. Antriannya sangat panjang sekali, entah berapa meter? Aku tak tau, yang jelas panjang dan meliuk-liuk seperti ular karena jika menjadi satu baris tentu halaman antrian tidak akan menampung.
Waktu itu aku sempat menggigil kedinginan dalam antrian panjang itu. Untuk mengurangi rasa dingin, kubawa jalan sambil gerakkan kaki sebisanya. Aku juga sempat beli kacang seharga 30 Lira, kacang Turki gede-gede kayak biji durian tapi enak banget dan lumayan bisa dijadikan teman untuk mengusir dingin.
Kulihat teman-temanku juga ada yang menikmati snack dalam antrian panjang itu, snack khas Istanbul berupa roti dan donat yang besar-besar banyak dipamerkan di gerobak penjualnya yang begitu menggoda. Kuenya orisinil kue bukan campuran, rasanya enak dan kenyal kata salah satu jama'ah. Ada yang bilang aku gak nyobain untuk membeli karena lihat besarnya saja sudah kenyang duluan. Kacangnya meskipun gede-gede gak bikin asam urat, kata jama'ah yang lain.
Setelah aku berada dalam antrian hampir 60 menit, akhirnya tiba pula giliranku untuk masuk ke dalam masjid Aya Sofia yang telah lama ingin aku kunjungi. Pada pintu masuk pemeriksaannya sangat ketat, harus melalui pintu sensor logam atau metal detector yang harus aku lalui dan oleh pengunjung yang lain.
Setelah aku masuk ke dalamnya, subhanallah aku dibuatnya terkagum-kagum. Dindingnya antik dan artistik, penuh dengan mozaik dan lukisan lambang dari dua agama Islam dan Kristen terpajang di sana, yaitu kaligrafi Allah dan Muhammad SAW serta keempat shahabat utamanya, selain itu juga terdapat lukisan Bunda Maria, bayi Yesus serta Malaikat Jibril dan Mikail.
Kuperhatikan pengunjungnya juga beragam, dari yang melaksanakan sholat hingga yang sekedar narsis atau selfie serta terkagum-kagum pada tatanan dalamnya yang terpateri pada dinding Aya Sofia.
Aku sendiri setelah menunaikan sholat di dalamnya, juga sempat tertegun dibuatnya akan keagungan bangunan ini dan sempat merenung seakan aku menyaksikan perjalanan sejarahnya, sejak pembangunannya kemudian terkena bencana, dipugar, dikuasai Muhammad al-Fatih, dan hingga aku berdiri di situ.