Lihat ke Halaman Asli

SUDARMANTO

Guru SMPN 7 Probolinggo

Bertemu dengan Layla Majnun di Serambi Madinah

Diperbarui: 18 Oktober 2024   18:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Pribadi

Kuperhatikan semua  hadir di situ tumpah ruah dengan caranya masing-masing dalam menjalankan keberagamaannya. Bagiku merupakan pengalaman pertama hadir di situ, di Madinah al-Munawwarah sehingga di hari pertama aku mengamati lingkungan sekitar Masjid Nabawi dan ada tempat-tempat yang kujadikan tanda untuk pedoman kembali ke hotel Ruve.

Masya Allah, terbalut keheranan dan rindu kutumpahkan dalam rebah sujudku di masjid itu, rinduku yang telah lama bersemi di kalbu untuk bisa hadir di situ. Tentunya semua umat Islam yang beriman punya keinginan ke sana. Di masjid itu kutumpahkan luapan ampunan dan permohonan kepada Allah SWT, sholawat serta salam kuulang-ulang kucurahkan kepada junjunganku Baginda Nabi Muhammad SAW. Sembahyang berjama'ah dan menikmati air zam-zam sebagai air mukjizat yang diberikan kepada Nabi Ismail AS merupakan pengalaman pertamaku di sana.

Dokumen Pribadi

Pada hari kedua, aku menghadiri raudah bersma rombongan Nur Ramadhan setelah shalat 'ashar dengan dipandu seorang muthawwif. Raudhah merupakan area di dalam Masjid Nabawi yang disebut sebagai taman surga dan memiliki keutamaan-keutaman jika berdo'a di sana. Raudhah ini terletak di antara rumah Rasulullah SAW dan mimbar yang dulunya beliau gunakan untuk berkhutbah dan rumah Rasulullah SAW sekarang menjadi tempat makam beliau.

Nabi Muhammad SAW bersabda: "Sholat di masjidku ini (Masjid Nabawi) lebih utama 1.000 kali dibandingkan sholat di masjid yang lainnya, kecuali di Masjidil Haram. Sholat di Masjidil Haram lebih utama 100.000 kali lipat daripada masjid lainnya". (HR. Ahmad, Ibnu Khuzaimah, dan Hakim).

Dokumen Pribadi

Pada waktu itu banyak yang hadir di situ setelah melalui antrian panjang. Ada pemandangan yang membuat aku teringat pada kisah Layla Majnun yang terkenal dari Persia itu.

Layla Majnun merupakan roman cinta ketuhanan (bernuansa sufi) yang di tulis oleh Jamaludin Ilyas bin Yusuf bin Zaki seorang sastrawan dari Azerbaijan yang waktu itu masih berada di bawah Imperium Persia.  Jamaludin Ilyas bin Yusuf bin Zaki yang memiliki nama pena Nizami Ganjavi sudah yatim sejak kecil dan dikenal anak yang pandai, menguasai banyak ilmu agama sehingga memperoleh gelar hakim yang berarti orang yang ahli hikmah.

Dalam kisah Layla Majnun, Nizami menceritakan bahwa Majnun artinya gila yang digelarkan pada Qais ibnu Mulawwi (ada yang menulis Mulawwah _ dibaca Mulawweh) anak dari kepala suku dari Bani Amir. Qais orangnya sangat tampan dan menjadi idola di sukunya. Sedangkan Layla berarti malam, dinamakan Layla karena ia cantik, matanya sangat indah, hitam pekat seperti malam. Layla dan Majnun sama-sama anak kepala suku dari dua kabilah yang berbeda.

Qais ini bukanlah tokoh fiktif tetapi memang benar-benar pernah ada pada masa kekuasaan  Bani Umayyah dan Qais meninggal diperkirakan tahun 65 atau 68 H. Memang banyak versi tentang roman Layla Majnun ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline