Lihat ke Halaman Asli

Suci Utami

Mahasiswa universitas Pamulang

Peranan Hukum Adat Dayak di Kalimantan Tengah dalam Sistem di Indonesia

Diperbarui: 28 Oktober 2022   16:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia merupakan negara dengan karakter sosial dan ekonomi yang heterogen. Kehadiran Indonesia sebagai sebuah negarabangsa merupakan sebuah fenomena unik, terutama jika dilihat dari sisi kemajemukan yang dimilikinya. Tidak saja karena demikian beragam etnis, bahasa dan keyakinan, namun pula dalam hal adaptasi ekonomi, bentuk-bentuk komunitas, sistem politk tradisional, maupun sistem kekerabatan menjadikan keindonesiaan sebagai gejala politk identtas yang menarik. Dalam situasi tersebut dua tantangan segera hadir manakala bangsa Indonesia itu berdiri, yakni bagaimana menciptakan negara yang mampu merekat kemajemukan di satu sisi dan di sisi lain, mampu mengakomodir kemajukan tersebut hingga tahap yang harmonis namun dinamis. Nasionalisme keindonesiaan yang tegak dan berkiprah di atas prinsip-prinsip solidaritas, inklusivisme, keadaban, kesalingpercayaan dan keberagaman.

Sebelum kita membicarakan masalah adat, pranata adat ada baiknya kita mengetahui dahulu lebih banyak mengenai siapakah orang dayak Kalimantan Tengah itu. Sebelum pulau Kalimantan atau Borneo ini dikenal sebagaimana bentuknya yang sekarang. Pulau Kalimantan terbagi dua untuk wilayah Indonesia dan teritori Malaysia. Wilayah Pulau Kalimantan yang termasuk dalam teritori Indonesia dibagi ke dalam lima provinsi: Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Provinsi Kalimantan Tengah didirikan pada tahun 1957 berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1957 dengan Ibukota Palangka Raya. Wilayah ini berlokasi secara strategis di antara dua provinsi lainnya yaitu Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. Secara topografs, Kalimantan Tengah dikenal sebagai daerah yang  kaya akan sumber daya alam berupa hutan tropis, tambang, dan juga lahan gambut. Selama kurun waktu 1800- an hingga 1940-an, sebelum Indonesia merdeka Kalimantan Tengah ini merupakan bagian dari teritori kekuasaan administrasi kolonial belanda. 

Pada tahun 1998 Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah sudah menetapkan Peraturan Daerah No. 14 Tahun 1998 tentang Kedamangan di Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah, akan tetapi karena Peraturan Daaerah ini dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan kebutuhan daerah otonom maka pada tanggal  18 Desember 2008 Peraturan Daerah tersebut dicabut dan digantikan dengan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah No. 16 tahun 2008 tentang " Kelembagaan Adat Dayak di Kalimantan Tengah" yang mengantur tentang Kelembagaan Adat Dayak, Kedudukan, Tugas dan Fungsi Damang Kepala Adat, termasuk Kewenangan, Masa Jabatan dan Pemberhentiannya, dan Pemilihannya Hak Adat dan Hukum Adat Dayak.

Kemudian pada tanggal 25 Juni 2009 ditetapkan Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah No. 13 tahun 2009 tentang "Tanah Adat dan Hak-Hak Adat Atas Tanah Di Provinsi Kalimantan Tengah ". Dalam Peraturan Gubernur ini ditentukan dalam pasal 1 angka 12 yang berbunyi "Tanah Adat adalah tanah beserta isinya yang berada diwilayah kedamangan dan atau wilayah desa/kelurahan yang dikuasai berdasarkan Hukum Adat, baik berupa hutan maupun bukan hutan dengan luas dan batas yang jelas, baik milik perorangan maupun milik bersama yang keberadaanya diakui oleh Damang Kepala Adat". Ada 2 (dua) macam tanah adat yang diakui dalam Peraturan Gubernur ini yaitu: 1. Tanah Adat milik bersama, adalah tanah warisan leluhur turun temurun yang dikelola dan dimanfaatkan bersama-sama oleh para ahli waris sebagai komunitas, dalam hal ini dapat disejajarkan maknanya dengan Hak Ulayat (psl angka 1 angka 13) 2. Tanah Adat milik perorangan adalah tanah milik pribadi yang diperoleh dari pembukaan hutan atau berladang, jual beli, hibah atau warisan secara adat, dapat berupa kebun atau tanah yang ada tanaman tumbuhnya maupun tanah kosong (psl 1 angka 14). Disamping dua macam tanah adat tersebut diatas dikenal juga adanya "hak-hak adat di atas tanah, yang dirumuskan sebagai hal bersama atau hak perorangan untuk mengelola, memungut dan memanfaatkan sumber daya alam dan atau hasil-hasilnya, didalam maupun di atas tanah yang berbeda di dalam hutan diluar tanah adat" (psl 1 angka 15).

Dalam konteks kekinian identitas Dayak masih selalu berkembang dan tdak berhent atau terisolir dalam ruang dan waktu. Salah satu aspek yang mengalami perbicnangan terus menerus dalam diskursus mengenai orang Dayak adalah kaitan lebensraum mereka di ruang kepercayaan Kaharingan. Dalam penelusuran literatur mengenai identtas Dayak, teramsuk kebudayaan mereka, aspek reliji memang senantasa menarik. Beberapa referensi pentng antara lain Dr. Martn Beier, yang menulis mengenai "Dari Agama Politeis ke Agama Ketuhanan Yang Maha Esa" yang mengulas mengenai teologi sistematka Agama Hindu Kaharingan. 

Apa yang ditawarkan oleh Kalimantan Tengah? Selain tentunya, kekayaan alam yaitu kayu dan sumber daya hutan serta tambang yang telah sedemikian banyak dieksploitasi semenjak peraturan mengenai investasi dikeluarkan oleh pemerintah pusat pada tahun 1968. Filosof adat "rumah betang" yang awalnya mencerminkan aspek komunal hidup bersama orang Dayak di rumah panjang, meskipun tradisi ini telah punah disebabkan oleh masuknya pengaruh modernitas di mana rumah-rumah pribadi dan aspek kekerabatan di antara orang Dayak sendiri telah mengalami pergeseran, masih diasumsikan dapat memberi inspirasi pada hidup berbangsa dan benegara yang intnya harus menjaga suasana damai, tenteram dan sejahtera.

 Sementara itu, di konteks pasca Orde Baru, di atas telah disinggung bahwa terjadi instrumentasi terhadap penguatan budaya Dayak melalui formalisasi adat Dayak ke dalam Majelis Adat Dayak Nasional (MADN)-Dewan Adat Dayak (DAD). Upaya ini lalu diformalkan melalui Perda Nomor 16 Tahun 2008. Pada awalnya, inisiatf ini menjadi rekognisi aspek adat untuk mendorong pembangunan manusia, sebab berlangsung dalam ruang di mana orang Dayak tdak melihat dirinya sebagai korban melainkan "survivor". MADN-DAD inilah yang mempunyai otoritas untuk melalukan pelembagaan mulai di tngkat Provinsi hingga Kecamatan, di mana terdapat Damang Adat yang kabtornya terletak di Kecamatan.

 Dari aspek kelengkapan peraturan untuk instrumentasi kelembagaan adat, Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008 yang dilengkapi dengan Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 4 Tahun 2012 tentang Surat Keterangan Tanah Adat (SKT Adat) yang kuasanya berada di tangan Damang adat ini telah cukup lengkap. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008 ini mengatur mulai dari persoalan kelembagaan adat (pembentukan lembaga kedemangan, fungsi, kedudukan tugas damang kepala adat); persoalan mekanisme pembentukan struktur organisasi (pemililihan dan pengangkatan Damang kepala adat, hak memilih dan dipilih); mengenai penyelesaian sengketa adat, dan jenis-jenis sanksi yang dikenakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline