Budaya penggunaan Asbes yang masih sangat umum ditemukan di Indonesia menjadi kekhawatiran bagi sektor dunia kesehatan. Asbes merupakan bahan bangunan yang digunakan sebagai alat bangunan (atap, ubin dan campuran semen). Asbes umumnya dipadatkan sebelum dibentuk menjadi bahan bangunan tertentu, namun asbes dapat menjadi berbahaya jika masih berbentuk serat-serat. Apabila serat ini terhirup secara tidak sengaja dan masuk ke dalam paru-paru, hal ini dapat meningkatkan resiko penyakit pada sistem pernapasan seperti asbestosis, efusi pleura hingga kanker paru.
Kegunaan asbes yang cukup signifikan terhadap berbagai sektor ini, tidak sebanding dengan ancaman terhadap kesehatan. Kondisi yang mengkhawatirkan adalah semua bentuk asbes bersifat karsinogenik bagi manusia. Kanker paru yang menjadi penyebab utama kematian dari semua jenis kanker di dunia dan Indonesia dapat disebabkan dari salah satunya yaitu penggunaan asbes. Penggunaan asbes yang diikuti dengan kebiasaan merokok dapat meningkatkan resiko penyakit dari kanker paru tersebut.
Kondisi Penggunaan Asbes di Indonesia
Sekitar 125 juta orang di dunia terpapar asbes di tempat kerja. Sekitar setengah dari kematian akibat kanker diperkirakan disebabkan oleh asbes. Selain itu, diperkirakan ribuan kematian setiap tahunnya disebabkan oleh paparan asbes di rumah.
Dalam Aspek Sosial Budaya Kesehatan, Teori Fungsionalis menjelaskan bahwa sistem kesehatan memiliki fungsi positif dan negatif sehingga perlunya kebijakan untuk mengurangi dampak negatif dari sistem kesehatan, terutama untuk kelompok minioritas, masyarakat miskin dan perempuan. Pemerintah perlu hadir untuk menyinergiskan perilaku kesehatan, budaya, dan ekonomi masyarakat melalui sebuah kebijakan. Kebijakan terkait pelarangan asbes sudah diberlakukan di 67 negara, sayangnya Indonesia masih menjadi negara dengan posisi kedua konsumen asbes terbesar di seluruh dunia. Pelarangan asbes di Indonesia tentunya bukan hal yang mudah, sehingga hal yang dapat dilakukan bagi masyarakat adalah dengan meminimalisir atau tidak menggunakan segala jenis asbes.
Meskipun asbes telah digolongkan dalam bahan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), hal ini tetap menjadi polemik negara Indonesia dimana kebutuhan bahan baku yang murah menjadi alternatif dalam sektor ekonomi dan pembangunan.
Data dari Statistik Kesejahteraan Rakyat tahun 2022 oleh Badan Pusat Statistik membuktikan bahwa penggunaan asbes sebagai atap rumah masih menjadi pilihan masyarakat dengan presentase tertinggi di Kepulauan Bangka Belitung (57,18%), DKI Jakarta (52,10%), dan Kepulauan Riau (32,82%).
Sosiologi kesehatan mempelajari asal-usul atau penyebab penyakit secara sosial dan berkaitan dengan kesenjangan pelayanan kesehatan, organisasi sosial dalam perawatan penyakit dan penanganan kesehatan. Jika dikaitkan situasi penggunaan asbes dengan kondisi sosiologi kesehatan di Indonesia, maka dapat dikatakan bahwa penyakit bukan hanya sekedar bagian dari ilmu alam dan biologi, namun penyakit dapat muncul dan tersebar secara sosial (kelas sosial, gender dan etnis) ke masyarakat. Tidak hanya itu, dalam Determinan Sosial Kesehatan dari WHO, penyakit yang disebabkan oleh asbes jika dikaitkan dengan aspek ini termasuk dalam faktor-faktor perantara yang di dalamnya memuat gaya hidup dan kondisi tempat tinggal serta kondisi kerja. Hal ini tentunya menjadi bukti bahwa faktor perantara terhadap pilihan dalam menggunakan asbes sebagai kebutuhan, mengancam risiko kualitas hidup dan paparan terhadap penyakit.
Kenali dan Waspadai Gejala Akibat Paparan dari Asbes
Efek dari paparan asbes dalam jangka panjang biasanya memang tidak muncul hingga 10-40 tahun setelah paparan awal. Salah satu gejala akibat paparan asbes (seperti asbestosis) yaitu:
- Sesak napas;
- Batuk kering yang persisten;
- Kehilangan nafsu makan dengan penurunan berat badan;
- Ujung jari dan jari kaki tampak lebih lebar dan bulat dari biasanya (clubbing finger);
- Nyeri dada