Lihat ke Halaman Asli

Suci Kusuma

Mahasiswa magister pendidikan biologi, Universitas Negeri Jakarta

Filosofi "Merdeka Belajar" pada Masa Pandemi

Diperbarui: 8 Januari 2021   09:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

bandungkita.id

Istilah “merdeka belajar” menjadi viral diperbincangkan setelah pertama kali di kemukakan oleh mentri pendidikan RI Bapak Nadiem Makarim dalam peringatan Hari Guru Nasional (HGN) tahun 2019. Istilah ini seolah menjadi angin segar bagi pendidikan di Indonesia yang masih terkesan monoton walau berbagai jenis regulasi telah diterapkan. Namun apa sebenarnya konsep merdeka belajar yang dikemukaakan bapak mentri pendidikan ini?  Menurut Mendikbud R.I, Nadiem Makarim bahwa “merdeka belajar” adalah kemerdekaan berpikir. Dan  esensi kemerdekaan berpikir ini harus ada pada para guru. Tanpa adanya kemerdekaan berfikir pada guru, maka tidak mungkin terjadi kemerdekan berfikir pada muridnya. Dalam program merdeka belajar ini setidaknya sudah ada 4 kebijakan yang telah dibuat oleh bapak mendikbud (Kemdikbud, 2019), antara lain :

  • Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) akan digantikan oleh asesmen yang diselenggarakan oleh sekolah, dapat dilakukan dengan bentuk ujian tes tertulis atau bentuk penilaian lain yang lebih komprensif seperti fortofolio dan penugasan (tugas kelompok, atau karya tulis. Sehingga guru dan sekolah lebih merdeka dalam menilai hasil belajar.
  • Ujian Nasional (UN) akan diubah menjadi assesmen kompentensi minimum dan survei karakter yang terdiri dari aspek literasi, yaitu kemampuan bernalar tentang dan menggunakan bahasa. Numerasi, yaitu Kemampuan bernalar menggunakan matematika. Karakter, yaitu misalnya pembelajar, gotong royong, kebhinekaan, dan perundungan. Hal tersebut dilakukan pada siswa yang berada di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4,8,11) sehingga mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran ke jenjang selanjutnya. Sistem tersebut mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA dan TIMSS.
  • Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Menurut Nadiem Makarim, RPP cukup dibuat satu halaman saja. Melalui penyederhanaan administrasi, diharapkan guru memiliki lebih banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran.
  • Dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), sistem zonasi diperluas (tidak termasuk daerah 3T. Bagi peserta didik yang melalui jalur afirmasi dan prestasi, diberikan kesempatan yang lebih banyak dari sistem PPDB. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi. Pemerataan akses dan kualitas pendidikan perlu diiringi dengan inisiatif lainnya oleh pemerintah daerah, seperti redistribusi guru ke sekolah yang kekurangan guru

Program merdeka belajar yang diusung oleh mendikbud Nadiem Makarim ini sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara. Filosofi merdeka belajar juga sudah dikenalkan Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara. Beliau menekankan berulang kali tentang kemerdekaan belajar.  ‘’…kemerdekaan hendaknya dikenakan terhadap caranya anak-anak berpikir, yaitu jangan selalu “dipelopori”, atau disuruh mengakui buah pikiran orang lain, akan tetap biasakanlah anak-anak mencari sendiri segala pengetahaun dengan menggunakan pikirannya sendiri…” Ki Hadjar Dewantara (buku Peringatan Taman-Siswa 30 Tahun, 1922-1952). Artinya Filosofi merdeka belajar adalah filosofi awal pendidikan di Indonesia, Yaitu memerdekaan pendidikan, memerdekakan pengajaran tanpa aturan aturan yang menghambat tercapainya tujuan pendidikan di Indonesia.

Mendikbud menargetkan Program Merdeka Belajar selesai dalam 15 tahun kedepan, maka program merdeka belajar ini jika direncanakan mulai tahun 2020 akan selesai tahun 2035. Namun, awal tahun 2020 ini kita disibukan dengan wabah pandemi yang menggangu semua aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Alih-alih mempercepat tercapainya program merdeka belajar, atau sosialisasi program merdeka belajar pada elemen mendasar di sekolah sekolah yaitu guru, kementerian pendidikan disibukan dengan upaya mitigasi bencana pandemi di sektor pendidikan. Hampir 10 bulan ini pendidikan yang pada hakikatnya dilaksanakan di sekolah tidak dapat terlaksana, pendidikan dialihkan ke rumah masing masing peserta didik dan dilaksanakan secara daring. Pembelajaran tatap muka di sekolah dilarang sebagai upaya pencegahan penularan virus sars cov2. Guru tak lagi hadir secara fisik dihadapan para peserta didik untuk menyampaikan materi ajar. Peran guru sebagai fasilitastor dalam proses belajar mutlak terjadi. Pada Masa inilah konsep Medeka belajar ini diuji. Guru dan siswa secara tidak langsung dipaksa untuk benar benar menerapkan konsep merdeka belajar. Dengan dilaksanakannya pembelajaran secara daring, maka proses pembelajaran dapat dilaksanakan dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja. Hal ini sejalan dengan konsep merdeka belajar. guru akan tertantang untuk lebih keatif bagaimana menyampaikan materi ajar secara daring, siswapun akan lebih kreatif dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan guru secara daring. Segala keterbatasan pembelajaran dimasa pandemi akan menjadi dasar munculnya ide-ide kreatif pelaksanaan pembelajaran yang sebelumnya monoton di depan kelas atau di sekolah dengan segala keersediaan sarana dan prasarana sekolah.

Dengan menerapkan konsep Merdeka belajar khususnya di masa Pademi ini, pembelajaran menjadi lebih berwarna, setiap sekolah di beri “kebebasan” dalam melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauhnya (PJJ) sesuai dengan kemudahan dan fleksibilitas tiap-tiap satuan pendidikan. Namun, bukan berarti konsep Merdeka belajar ini sudah terlaksana sepenuhnya di masa pandemi ini. Masih banyak juga sekolah yang babak belur menghadapi pembelajaran jarak jauh karena keterbatasan sarana dan prasarana maupun keterbatasan sumber daya manusianya. Jangankan penerapan konsep merdeka belajar terhadap siswa, sekolah-sekolah masih kebingungan bagaimana menyampaikan materi kepada siswa tanpa ada nya sarana yang memadai, atau bahkan mungkin guru yang belum melek teknologi, yang belum dapat memanfaatkan berbagai flatform media pembelajaran online. Maka 10 bulan PJJ ini harus dijadikan bahan evaluasi dari masing-masing sekolah dalam memulai pembelajaran di semester 2 tahun ajara 2020/2021 ini. Sekolah harus tepat dalam memprioritaskan upaya memaksimalkan PJJ di semester ke 2 ini. Sekolah dapat memulai dari mengadakan pelatihan bagi para guru agar lebih maksimal dan lebih kreatif memanfaatkan media online dalam pembelajaran, atau membantu memfasilitasi siswa yang belum dapat melaksanakan PJJ karena keterbatasan sarana dan prasarana. Maka dengan demikian upaya pelaksanaan konsep merdeka belajar di masa pandemi ini akan tetap terlaksana.

 

Penulis : Suci Kusuma Wardini

Daftar Pustaka 

Aina, Dela K. 2020. Merdeka Belajar dalam Pandangan Ki Hadjar Dewantara dan Relevansinya bagi Pengembangan Pendidikan Karakter. Jurnal Filsafat Indonesia, Vol 3 No 3 Tahun 2020

Hendri, Nofri. 2020. Merdeka belajar : antara retorika dan aplikasi. Jurnal E-Tech Volume 08 Number 01 2020.

Kemendikbud. (2019). “Merdeka Belajar: Pokok-Pokok Kebijakan Merdeka Belajar”. Jakarta: Makalah Rapat Koordinasi Kepala Dinas Pendidikan Seluruh Indonesia.

Sulistyawati, Rini. 2020. Menguji Konsep Merdeka belajar di Masa Pandemi covid-19. Diunduh dari https://www.harianbhirawa.co.id/menguji-konsep-merdeka-belajar-di-masa-pandemi-covid-19/

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline