Lihat ke Halaman Asli

Dear Tikus Berdasi

Diperbarui: 15 Oktober 2015   18:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Ia selalu tersenyum ketika kami berpapasan. Awalnya kupikir biasa saja lama-lama kupikir aneh pula senyumnya, makin lama makin lebar pula bibir tebal hitam itu merentang lengkap pula dengan gigi tonggosnya kemudian membentuk sebuah senyuman seperti senyum mengejek,menghina atau mungkin juga bertanya.

"Mas, ngapain toh depan cermin lama-lama lawong Masku ini kan sudah ganteng." Kata Dirnah alias Marya, istriku yang juga merangkap sebagai penasehatku.

"Ah masa? Masmu ini kan pejabat negara jadi harus rapih didepan semua orang. Biar gak malu." Kataku ke istriku itu.

"Mas gimana dengan kampanye mu nanti?"

"Lancar saja, tenang saja semua sudah Mas atur dengan baik."

"Bagus kalau gitu Mas, ngomong-ngomong Mas bisa kan kasih yang Aku minta kemarin?" kata istriku yang kini sudah mendekatkan tubuhnya sangat dekat ketubuhku.

"Sedang kulicinkan. Sekarang Mas berangkat dulu, kita lanjutkan nanti."

"Siap Mas"

Kini Aku sudah berada disebuah bangunan megah berlantai 23, bersecurity segala, juga ada kamera pengintainya. Nampaknya sedang ramai hari ini, beberapa sedan datang dari berbagai penjuru, dari dalamnya keluar beberapa orang dengan jaket hitam, kacamata hitam,sepatu hitam dengan alat kecil dikupingnya memaksa masuk dan akhirnya keluar membawa seorang temanku didalam. Rupanya temanku terjaring sudah, Si Kusti namanya. Usut punya usut Kusti ketahuan menerima hadiah dari salah seorang pengusaha obat nyamuk. Inilah resiko dari pekerjaan kami didalam, kami harus berjuang untuk bersembunyi dari para kucing. Kami sering dianggap tikus mereka, padahal menurutku apa salahnya kami menerima hadiah dan mengambil bonus sedikit dari negeri ini. Bukannkah itulah gunanya kami disini? Untuk menghabiskan dana-dana negara yang tak jelas untuk apa. Daripada dibiarkann saja bukankah lebih baik kami gunakan untuk mencerdaskan anak-anak kami keluar negeri atau memberikannya ke istrri-istri kami untuk menyenangkan hatinya atau pula kami gunakan untuk berlibur.

Kini Kusti sudah dijerat ini merupakan lampu kuning bagi Aku dan teman-teman yang lain. Kami harus berganti wajah dulu untuk sesaat.

"Mas, si Kusti kena sama si Kucing. Gimana nih kita? Kita tinggal nunggu hari aja." Kata Sikut kawan sejawatku dan juga merangkap menjadi mitra ku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline