Kasus pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib atau Munir (M) kembali bergaung setelah lama meredup. M meninggal akibat racun arsenik saat melakukan perjalanan untuk melanjutkan studi ke Amsterdam, Belanda .
Bulan Oktober tahun ini tepat sudah 12 tahun silam tokoh HAM kelahiran Malang , Jawa Timur tersebut tewas. Meskipun sudah ada dua orang yang menerima hukuman dari meningganya M yaitu Pollycarpus Budihari Priyanto yang berprofesi sebagai pilot Garuda Indonesia dan Direktur Utama Garuda Indra Setiawan, tetapi sesungguhnya belum ada titik terang atas pembunuhan M.
Bertahun –tahun yang lalu sampai sekarang banyak pihak yang menuntut penuntasan kasus pembunuhan M tersebut karena masih menyisakan mendung kelabu yang belum ada titik terang. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama 10 tahun pun belum mampu menuntaskan masalah pembunuhan M tersebut dan justru menyisakan tanya besar dan menumpahkan PR tersebut kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokowi mau tidak mau yang harus menuntaskan kasus tersebut.
Tetapi sayangnya, dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan M tersebut katanya hilang. Aneh tapi nyata, aneh tetapi kok bisa terjadi. Bagaimana mungkin dokumen penting Negara bisa hilang? Ops…benarkah hilang pak SBY? Tidak bisa disalahkan jika sorotan publik tertuju kepada pak SBY, karena dokumen TPF sejumlah 7 bendel tersebut konon sudah diterima oleh SBY.
Sebagai warga awam yang tidak terlalu paham dengan seluk beluk administrasi Negara, saya rasa tidak masuk akal jika dokumen penting kasus pembunuhan M yang menjadi pembicaraan nasional bahkan internasional tersebut sampai hilang. Kasus HAM tersebut terus di sorot publik dan di desak untuk diselesaikan. Semudah itukah hilang?
Saya rasa semua dokumen Negara pastinya di simpan dengan sangat baik dan terawat dengan baik sehingga bisa bertahan lama, tidak rusak dan tentu saja tidak hilang.
Memang masuk akal jika seorang Presiden tidak menyimpan dokumennya sendiri , tetapi tentunya kalau dokumen yang berkaitan dengan Negara akan disimpan oleh Kemensesneg. Jadi logikanya semua dokumen akan tersimpan rapi dan aman di Kemensesneg.
Nah, kalau dikabarkan hilang, ini tidak masuk akal. Toh, sependek ingatan saya, sejak 12 tahun yang lalu tidak ada peristiwa yang memungkinkan dokumen raib, seperti kebakaran, kebanjiran, kecurian, kerampokan di Kemensesneg.
Hilangnya dokumen TPF bisa jadi hanya akal-akalan saja, artinya dokumen tersebut tidak hilang tetapi segaja di hilangkan. Dengan maksud tertentu misalnya:
Pertama, menyandera pemerintah Jokowi. Penuntasan kasus pembunuhan M akan terkatung-katung karena dokumen penting yang dibutuhkan tidak ditemukan. Bila copyan dokumen itu juga tidak ada, pemrintahan Jokowi akan membutuhkan waktu lama untuk merunut kembali atau menyusun TPF baru kasus M . Tentunya jika pilihan terakhir akan membutuhkan waktu lama dan panjang.
Kedua, lamanya proses penuntasan kasus M (pada pemerintahan Jokowi) akan memudahkan tudingan Jokowi tidak mampu menuntaskan kasus HAM yang ia janjikan pada saat kampanye Pilres tahun 2014 lalu