"Sehat itu mahal", "Orang miskin di larang sakit ", "Jangan sakit kalau tidak punya uang".
Begitu kira-kira ungkapan teman-teman saya sambil berseloroh. Yang intinya kalau tidak punya uang jangan sampai jatuh sakit karena biaya pengobatan mahal bahkan tidak bisa terjangkau orang miskin.
Ungkapan tersebut bukan tanpa dasar, karena memang sudah bukan rahasia lagi jika biaya berobat itu mahal. Banyak pengalaman orang-orang miskin yang terpaksa tidak bisa menikmati layanan kesehatan terutama di Rumah Sakit karena tidak mampu membayar biaya pengobatan. Bukan rahasia juga kalau orang miskin yang seharusnya opname di Rumah Sakit tidak jadi karena tidak bisa membayar yang muka atau DP atau uang panjer. Tapi itu dulu, sebelum tahun 2014.
Sejak tahun 2014 lalu, masyarakat miskin tidak lagi dilanda kegundahan manakala sakit. Karena dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bagi rakyatnya pemerintah menyelenggarakan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), salah satunya adalah jaminan kesehatan yang diperuntukkan bagi seluruh penduduk Indonesia.
Program Jaminan Kesehatan tersebut lebih dikenal dengan nama Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mulai diberlakukan sejak tahun 2014. JKN yaitu jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau yang iurannya dibayar oleh Pemerintah. JKN diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau BPJS Kesehatan sesuai UU No. 24 Tahun 2011, yang merupakan Badan Hukum Publik bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar yaitu pada Pasal 28 H Ayat 3 yang berbunyi "Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan perkembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat" dan pada Pasal 34 Ayat 2 yang berbunyi "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memperdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan", maka BPJS Kesehatan hadir. Dua amanat UUD ini lah yang menjadi landasan BPJS Kesehatan memberikan layanan kesehatan secara optimal kepada seluruh masyarakat Indonesia.
Dengan Gotong- royong Semua Tertolong
Sesuai dengan UU No 40 Tahun 2004 dan UU No. 24 Tahun 2011 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Pemerintah menetapkan prinsip gotong-royong demi Indonesia yang lebih sehat. Prinsip kegotongroyongan ini merupakan salah satu dari 9 prinsip yang berlaku dalam SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional)seperti yang tertuang dalam UU No. 40 tahun 2004 pasal 4.
Kegotong-royongan adalah prinsip kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial, yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah atau tingkat penghasilannya. Artinya ada semacam subsisi dari warga Negara yang mampu kepada warga Negara yang kurang mampu. Peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi, peserta yang sehat membantu yang sakit. Peserta yang mampu/ kaya membantu peserta si warga miskin yang tidak mampu membayar biaya beribat. Hal tersebut tidak lepas dari keinginan untuk menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selain JKN, ada lagi program Kartu indonesia Sehat (KIS). KIS ini merupakan program jaminan kesehatan yang menjadi unggulan Presiden Joko Widodo pasca di lantik lalu. Terkadang masih ada yang binggung dengan KIS. Padahal KIS adalah program yang terintegrasi dengan JKN, sistem yang digunakan untuk pelayanan kesehatan KIS sama dengan peserta JKN lainnya. Jadi setiap masyarakat dapat menggunakannya sesuai peraturan, namun memang nama kartunya saja yang berbeda yaitu Kartu Indonesia Sehat. KIS merupakan perluasan dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang di jalankan oleh BPJS kesehatan.
Untuk itu, demi membangun dan mewujudkan Indonesia yang lebih sehat, seluruh penduduk Indonesia diharapkan dapat aktif bergotong royong mewujudkan program JKN-KIS.