Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) selama ini di gadang-gadang oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk maju sebagai penantang Gubernur DKI Jakrta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
PDIP meskipun masih terlihat menginginkan Ahok tetap memimpin DKI Jakarta meneruskan duet Ahok-Djarot, tetapi tetap kekeuh meminta maju lewat jalur parpol. Tidak lewat jalur independen. Titik, tidak pakai tawar menawar (setidaknya sampai saat ini).
Risma di harapkan akan maju manakala Ahok tetap berkeras hati tidak mau maju lewat jalur parpol, ya mestinya diharapkan lewat PDIP-lah . Meskipun nantinya tetap ada koalisi parpol.
Bagaimana sikap Risma?
Beberapa waktu yang lalu, Walikota Surabaya tersebut secara pribadi berkali-kali menyatakan menolak untuk maju bersaing dengan Ahok. Dengan tegas Risma menyatakan tidak akan mengkhianati kepercayaan, amanah yang dibebankan oleh warga Surabaya kepada dirinya. Ia juga menyatakan akan menyelesaikan tugas yang dipercayakan warga yang telah memilihnya.
Itu dulu, terlihat Risma dengan tegas tidak mau bersaing melawan Ahok dan tetap memilih menjadi Walikota Surabaya yang telah memoncerkan namanya.
Tetapi akhir-akhir ini, rupanya pendirian Risma mulai goyah. Ia tidak lagi terlihat berapi-api, kekeuh dan mantap menolak jika dicalonkan menjadi calon Gubernur DKI Jakarta. Dengan jelas ia mengatakan kalau memang tak ingin maju Pilgub DKI. Tetapi, nah ini yang berbuntut. Risma tidak bisa mengingkari bahwa ia adalah anggota Parpol, petugas partai dari PDIP yang telah sukses mengantarnya menjadi orang nomer satu di Surabaya. Masih seperti pemaparanya , sebagai petugas partai, baginya akan kesulitan untuk menolak jika dipaksa maju oleh Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Nah, DIPAKSA MAJU OLEH KETUM PDIP!
Menarik menelaah perubahan sikap Risma tersebut. Perubahan sikap Risma saat ini menurut saya jelas karena tekanan yang kuat dari partai bermoncong putih tersebut.
Saya rasa pada akhirnya Risma ‘diingatkan’ kembali atas jasa-jasa PDIP yang telah mengantarnya menjadi Walikota Surabaya untuk kedua kalinya. PDIP telah mengikat Risma dan menjadikan jasanya menjadi beban bagi Risma yang pada akhirnya tidak akan bisa di acuhkan lagi oleh Risma.
Jika dengan permintaan biasa sanggup ditolak, tetapi manakala PDIP mengeluarkan surat perintah agar Risma maju sebagai cagub DKI Jakarta, akan sulit bagi Risma untuk menolaknya. Meskipun jauh di lubuk hatinya, sebagai seorang Risma (menjadi dirinya sendiri) ia menolak dan sama sekali tidak mau, tetapi sebagai seorang kader partai, tidaklah mungkin ia menolak. Ingat, Jokowi juga diperintahkan untuk maju di Pilgub DKI saat itu. Dan ia tidak bisa menolak kendati masih terikat amanah dengan warga Solo.