Rencana pemerintah melakukan rasionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) diakui atau tidak telah menimbulkan rasa tidak nyaman dan was-was. Beberapa PNS di daerah sudah mulai kasak kusuk, begitu pula yang terjadi di daerah saya, Solo.
Rata-rata mereka (PNS) mengeluh dan dihinggapi kekahawatiran berlebihan karena mendengar kata PECAT yang terus di tuliskan media massa. Ya, media massa telah memblow up rasionalisasi PNS dengan judul mombastis yaitu PECAT , yang mau tidak mau menimbulkan kekecauan batin PNS, bahkan saya nyakin jutaan PNS menjadi tidak bisa tidur nyenyak.
Bahkan rasa kekhawatiran membuat mereka (yang waktu Pilpres memilih Jokowi) tidak rasional karena menyatakan penyesalan telah memilih Jokowi menjadi presiden. Sementara bagi PNS yang memilih Prabowo, mencibir sinis dan menyalahkan temannya yang ‘salah pilih’.
Rasa khawatir PNS bisa di pahami karena mereka selama ini sudah terlanjur hidup enak, mapan dan sudah pasti penghasilan bulanan yang setiap tahun cenderung naik. Jadi, jika rencana rasionalisasi PNS mencuat, pastilah ketakutan merayapi hatinya. Hal itu diperparah dengan mudahanya mereka mempercayai informasi yang sepotong-potong. Pokoknya akan ada pemecatan/PHK bagi PNS.
Padahal , nanti dulu, mestinya mereka memahami rencana pemerintah tersebut dan tidak asal menyerap informasi yang dari mulut ke mulut akan semakin simpang siur.
Kenapa?
Pertama, wacana rasionalisasi PNS bukan hal baru. Sejak awal pemerintah Jokowi-JK sudah menyampaikan rencana tersebut. Bahkan awal tahun 2015 lalu, Pemerintah Jokowi-JK sudah menyampaikan rencana akan melakukan moratorium PNS. Dan ditegaskan oleh Wakil Presiden (Wapres) RI Jusuf Kalla (JK) bahwa tidak ada PHK pegawai tetapi jumlah pegawai negeri tidak akan ditambah.
Hal itu juga kembali ditegaskan Wapres beberapa hari lalu, bahwa terkait PNS tidak ada rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak dari Pemerintah kepada jutaan pegawai negeri sipil (PNS). Tetapi kebijakan yang diambil pemerintah adalah kebijakan pertumbuhan negatif (negative growth) sumber dayanya. Artinya Jika ada PNS yang pension 1000 orang pertahun, maka pemerintah akan mengangkat PNS sejumlah separonya yaitu 500 orang.
Kedua, Rasionalisasi PNS bagian dari percepatan penataan PNS. Sebagaimana yang ditegaskan kementerian PANRB, bahwa rasionalisasi PNS bagian dari program percepatan penataan PNS. Selain itu rasionalisasi juga sebagai wujud konkrit dari Roadmap Reformasi Birokrasi 2015-2019, pada area perubahan SDM aparatur. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri PANRB Nomor 11 Tahun 2015 yaitu guna mewujudkan birokrasi yang bersih dan akuntabel, birokrasi yang efektif dan efisien, serta birokrasi yang memiliki pelayanan publik yang berkualitas.
Ketiga, banyaknya PNS membebani APBD
Sudah menjadi rahasia umum bahwa anggaran belanja daerah lebih banyak dialokasikan untuk gaji pegawai. Belanja pegawai yang didalamnya ada gaji menyerap anggaran paling banyak. Bahkan tidak jarang pemerintah daerah hanya mampu menyisihkan anggaran untuk belanja publik yang diperuntukkan untuk rakyat tak lebih dari 40% setiap tahunnya. Menurut data Kementreian PANRB, tahun 2016 terdapat 240 pemerintah daerah yang anggaran belanja pegawainya bahkan di atas 50%. Hal itu mau tidak mau membuat jalannya pemerintah daerah tersendat dan rakyatlah yang akhirnya harus menerima getahnya.