foto : kupang.tribunews.com
Tinggal menghitung bulan, gelaran Pilgub DKI Jakarta 2017 sudah di depan mata. Tak ayal, para bakal calon Gubernur sudah toto-toto, persiapan segala macam strategi guna menarik simpati warga, meraup suara, mendulang dukungan dan mendapatkan kepercayaan untuk memimpin Jakarta selama lima tahun kedepan.
Meski terlihat awal Mei ini adem ayem, perang statement di media massa agak berkurang, tetapi saya yakin, para petarung tersebut tetap bersiap, siaga dan terus menambah daya gedor untuk ancang-ancang bertarung, setidaknya untuk meyakinkan parpol agar bersedia mengusung mereka.
Bagi parpol, saat ini tengah menimbang-nimbang, mengamati, memperbincangkan , menakar dan memperhitungkan banyak hal untuk bersedia menyokong dan mengandeng bakal calon gubernur yang terus merapat mengharapkan di pinang.
Para bakal calon gubernur yang tengah mempersiapkan diri untuk melawan Ahok (yang hampir dipastikan akan maju), jauh-jauh hari sudah banyak yang persiapan untuk menganjal Ahok , salah satunya dengan senjata yang menurut mereka senjata ampuh yaitu mengumbar isi SARA.
Ya, isu SARA diharapkan paling joss, ampuh untuk menahan laju Ahok yang sejauh ini bakal calon Gubernur non muslim sendiri. Sementara calon penantangnya, Yusril Izha Mahendra, Sandiaga Uno, Ahmad Dhani, Wanita Emas Hasnaeni Moein, (mungkin) Lulung, Adhyaksa Dault, adalah muslim.
Beberapa waktu lalu, para petarung Ahok sudah menyebut-nyebut pemimpin muslim, tak lain adalah untuk menampar Ahok yang kebetulan dari kalangan non muslim.
Meskipun, menurut saya, isu SARA sepertinya sudah tidak terlalu laku dijual untuk saat ini, tetapi sejumlah pihak masih yakin bahwa itu strategi yang thok cher untuk diusung jelang Pilgub nanti.
Bersainglah Secara Jujur "SAY No SARA"
Menarik apa yang disampaikan Romo Bratakarna, pastor di Gereja Katedral , Jakarta. Meskipun ia jelas seorang pemimpin agama (non islam), tetapi ia tidak mengharuskan umatnya untuk memilih pemimpin yang seagama dengan mereka.
Seperti yang ia sampaikan kemarin, (5/5/2016), ia mengajak warga Jakarta memilih pemimpin yang terbaik. "Untuk warga Jakarta, khususnya umat Katolik, pilihlah pemimpin yang sederhana, baik. Apa pun agamanya, apa pun sukunya, yang jelas pemimpin yang baik," katanya(tempo.co) .