Saat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, sejumlah pejabat menyatakan mengundurkan diri. Bahkan tercatat 15 pejabat eselon IV Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga sudah mengajukan surat pengunduran diri dari jabatannya kepada BKD DKI, sampai maret 2015 lalu(kompas.com).
Yang terbaru, Rustam Effendi, Wali Kota Jakarta Utara, Selasa (26/4) mengirimkan surat kepada Badan Kepegawaian Daerah (BKD yang menyatakan pengunduran dirinya.
Bukan tanpa sebab, meskipun yang bersangkutan tidak menyatakan alasan secara jelas, tetapi pengundurkan dirinya tentu saja dengan mudah dikaitkan dengan ‘perseteruannya’ dengan sang gubernur beberapa hari sebelumnya.
Diawali dengan tudingan Ahok yang mengatakan bahwa Rustam bersekongkol dengan Yusril Ihza Mahendra, salah satu balon gubernur DKI Jakarta. Karena tidak tahan menahan rasa, Rustam di Facebook tentang gaya kepemimpinan Ahok. Menurutnya, tudingan atasannya tersebut menyakitkan dan tidak diharapkan keluar dari pimpinannya.
Seperti diketahui, sebelum Wali Kota Rustam Effendi mundur, Haris Pindratno yang menjabat sebagai sebagai Kepala Dinas Perindustrian dan Energi DKI dan Tri Djoko Sri Margianto Kepala Dinas Tata Air DKI juga mengundurkan diri. Keduanya pejabat eselo
Mundurnya pejabat eselon II tersebut kalau dicermati karena tidak tahan banting dan tidak tahan kritikan Ahok.
Rustam sebelum dituding bersekutu dengan Yusril, ia sudah mendapatkan teguran karena lamban dalam menertibkan pemukiman ilegal yang berada di sepanjang kolong Tol Ancol, Pademangan Jakarta Utara . Karena kelambanan penertiban tentunya bisa berdampak pada banjir di kawasan Ancol.
Setali tiga uang, mundurnya Haris Pindratno juga karena sering kena tegur Ahok, salah satunya sebagai kepala Dinas Perindustrian dan Energi, ia tidak mengganti lampu penerangan jalan umum (PJU) dengan LED. Kemudian Tri Djoko Sri Margianto mengajukan pension dini karena mengaku acapkali terjadi perbedaan pendapat dengan Ahok, terutama berkaitan dengan penanganan banjir. Tri menilai Ahok melihat permasalahan banjir sebagai sesuatu yang mudah, padahal penyelesaiannya tidak semudah itu.
Ahok Tidak Peduli dengan Pencitraan
Tinggal beberapa bulan kedepan, Ahok akan bertarung untuk mempertahankan kursinya. Saat ini calon penantangnya sudah mempersiapkan diri dari segala hal. Meskipun penantang Ahok belum resmi di dukung oleh parpol tetapi langkah massif untuk mendekati parpol dan mendulang suara sudah tidak terelakan lagi.
Dalam Pilgub nanti, yang menentukan siapa gubernur terpilih adalah suara rakyat. Meskipun banyak didukung parpol atau banyak duit, tetapi kalau warga Jakarta tidak memberikan suaranya, percuma saja. Sehingga menarik simpati warga adalah upaya untuk mengaet dukungan dan memastikan suaranya tidak beralih ke pesaingnya. Untuk itu, tidak salah kalau semua bakal calon gubernur DKI Jakarta sudah berupaya untuk mencari simpati sebanyak-banyaknya. Untuk itu, setiap tindakan, kata-kata yang terlontar dari mulut bakal calon gubernur akan mudah dijadikan catatan dan direkam dalam benak warga Jakarta.