Ledakan bom dan rentetan tembakan di kawasan Sarinah Kamis (14/1/2016) lalu, tentu masih menyisakan duka yang mendalam. Terlebih baik para keluarga korban meninggal dan luka-luka. Tidak ada begitu mudah melupakan dan memberikan maaf kepada para pelaku yang telah bertindak brutal, sadis, kejam dan tidak bisa diterima nalar jiwa yang sehat, meski para pelaku mengatasnamakan jihad demi agamapun. Karena agama Islam (jika pelaku mengaku beragama islam) justru mengajarkan kebaikan, kedamaian, ketentraman, saling mengasihi, menghormati, memberikan toleransi tinggi sesama umat manusia. Tak salah jika orang-orang menyesali mengutuk, marah, kepada para pelaku yang telah sesat pikir, hati , jiwa dan raga.
Namun demikan, ada saja sebagian orang yang rupanya merasa maklum, tidak masalah dengan keheroikan para pelaku (bagi Saya ketololan para pelaku) yang berani mengorbankan diri demi membela apa yang diyakini benar.
Tak heran jika ada yang langsung nyetatus di medos tanpa memberikan empaty sama sekali terhadap peristiwa bom Sarinah. Misalnya status Jonru, sudah saya tuliskan beberapa hari lalu di sini http://www.kompasiana.com/sucihistiraludin/komentar-ledakan-bom-sarinah-jonru-sehat-jiwanya_5698fd01ed92737f09baa144
Selain tak ada rasa empaty dan duka, justru malah ada yang nyinyir , tak percaya dan cenderung menuduh bahwa kejadian bom Sarinah Kamis pagi hanyalah sebuah rekayasa belaka, hanya pengalihan isu. Salah satunya dikaitkan dengan PT Freeport, juga kasus tertangkapnya salah satu anggota DPR dari PDIP.
Soal pengalihan isu/ rekayasa bom Sarinah yang dihembuskan orang-orang tertentu memang dengan cepat mengelinding di medsos. Beragam tanggapan muncul, tetapi yang jelas bisa mengiring opini masyarakat kalau bom Sarinah hanya setingan belaka. Mereka jelas asal bicara, salah analisa dan sok tahu banyak hal hanya karena merasa melihat kejanggalan seperti cepatnya polisi bertindak, atau bom meledak di ruang terbuka padahal biasanya pasti di ruang tertutup agar jatuh korban lebih banyak, dll. Misalnya status yang dibikin lagi-lagi oleh Jonru. Ia merasa melihat keanehan peristiwa Kamis berdarah tersebut. Kemudian di akhir 'analisanya' tersebut ia mengatakan ,Ada apa di balik keanehan ini? Kita semua berbuka mengutuk pelaku terorisme. Namun kita juga sebaiknya tetap berpikir secara kritis, agar dapat memahami sebuah peristiwa teror secara lebih mendalam.
KIta bisa menilai sendiri, kira-kira apa yang di maksud dengan kalimat si Jonru tersebut.
Polisi jelas tidak tidak diam, tidak mudah membiarkan orang-orang seenaknya sendiri membuat opini yang menyesatkan public. Langkah cepat polisi adalah akan memburu penyebar infromasi bohong terkait peristiwa ledakan di Jalan M.H. Thamrin tersebut. Tak main-main, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Anton Charliyan menegaskan bahwa tim dari Cyber Crime Mabes Polri sudah mulai turun tangan mencari penyebar informasi semacam itu. Meskipun bisa jadi tidak mudah karena bisa jadi pemilik akun biasanya memiliki lebih dari satu alamat e-mail dan biasanya alamatnya palsu, tetapi Mabes Polri akan mencari operator aslinya.
Si penyebar berita palsu terancam ditangkap karena segaja menebarkan kebohongan yang meresahkan dan bisa menimbulkan ketidakpercayaan kepada pemerintah.
Untuk itu, jangan main-main membuat status palsu, ngawur, yang berkaitan dengan kepentingan umum, karena bisa-bisa akan berurusan dengan hukum. Akankah Jonru kali ini tidak akan lolos dari hukum? Ehm, kita tunggu saja.
_Solo, 18 Januari 2016_
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H