Sebenarnya saya tidak bermaksud untuk menyanjung Mbak Kahiyang Ayu dan adiknya Mas Kaesang Pangarep. Tetapi saya terus terang tidak bisa menahan diri untuk kagum sekaligus salut. Lha gimana lagi, lha wong anak-anak presiden kok sederhana dan nrimo-nya seperti mereka berdua.
Saya sampai geleng-geleng kepala, tak habis pikir melihat sikap mereka yang bagi saya jarang ada duanya. Kenapa? Saat penanaman kapsul waktu di Kota Merauke beberapa waktu yang lalu, kedua putra Jokowi santai saja, rela berpanas-panasan, berbaur dengan para tamu undangan yang lain. Kapsul waktu berisi mimpi dan harapan putra/putri Indonesia 70 tahun kedepan, yang akan dibuka tahun 2085. Keren dan mantap karena mereka berdua rela berdiri karena tidak kebagian tempat duduk.Terlihat di foto, Mbak Kahiyang dan Mas Kaesang berdiri bersama tamu undangan yang tidak mendapatkan tempat duduk. Mereka tidak ditempel ketat oleh pengawal, terlihat biasa saja dan terlihat tidak merasa keberatan untuk berdiri.
Sikap yang seperti ini menurut saya jarang ada. Sebagaimana kita ketahui bersama, biasanya saat ada pejabat, keluarga pejabat menghadiri acara, mereka biasanya minta diperlakukan dengan istimewa. Di sambut dengan meriah, penuh penghormatan, diberikan tempat duduk yang istimewa, paling depan bahkan tak jarang yang tempat duduknya dibedakan dengan para tamu undangan lainnya. Misalnya tamu undangan duduk di kursi lipat biasa, pejabat dan keluarganya pakai kursi sofa. Tidak hanya pejabat tinggi dari pemerintah kabupaten, provinsi, pusat, terkadang pejabat dari tingkat kecamatan, desa saja minta diperlakukan istimewa kok.
Mestinya kedua putra/i presiden tersebut minta diperlakukan istimewa , ditempatkan di kursi terdepan yang empuk dan mahal harganya, di suguhi makanan dan minuman dingin dan segar, tak lupa disediakan kipas angin besar agar tidak keringetan. Biar gampang dilihat tamu undangan, biar terlihat istimewa, biar wartawan mudah mengambil fotonya, biar tidak capek berdiri. Kemudian di kawal sejumlah pengawal.
Mbak Kahiyang dan Mas Kaesang ‘ngowah-owahi adat’ (diluar kebiasaan, lain daripada yang lain). Agaknya mereka lebih memilih bersikap, 'berdiri sama tinggi, duduk sama rendah'. Mereka terbiasa tidak membeda-bedakan orang lain, tidak jumawa dengan keistimewaan yang mereka rasakan, merasa biasa saja sebagaimana rakyat jelata lainnya. Tidak jaim kalau kulitnya kepanasan, keringat bercucuran. Jadi akhirnya rela berdiri kepanasan tanpa payung lagi.
Pilihan untuk diperlakukan sama dengan masyarakat biasa tidak lepas dari pengaruh sikap bapak dan ibunya yang memang apa adanya. Saya tahu, tidak mudah mendidik anak menjadi seperti mereka. Hanya keteladanan yang bisa membentuk sikap anak-anaknya mengikuti sikap orangtuanya.
_Solo, 6 Januari 2016_
Sumber foto. Bintang.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H