Lihat ke Halaman Asli

Suciati Lia

TERVERIFIKASI

Guru

Menjadi Sahabat Anak melalui Komunikasi Terbuka, Pentingnya Mendengarkan sebagai Orangtua

Diperbarui: 7 Oktober 2024   14:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi- orangtua dan anak. (Shutterstock via Tribunnews.com)

Tak terasa waktu terus bergulir. Anak tumbuh menjadi remaja dan menentukan jenjang pendidikan yang dipilihnya. 

Sebagai orangtua hanya bisa memberikan dukungan agar potensi anak dapat dioptimalkan. Meskipun orangtua tak bisa setiap hari bertemu, hanya di waktu tertentu bisa dua minggu dan bahkan bulan karena jarak yang ditempuh tidaklah dekat.

Tentu ini tantangan bagi orangtua yang anaknya sedang menempuh pendidikan jauh dari tempat tinggal orangtua. Sebagai orangtua saat bertemu dengan anak merupakan anugerah sendiri. Meluangkan waktu untuk mendengarkan curhatan merupakan salah satu tugas yang paling penting namun terkadang seringkali kita abaikan. 

Apalagi jadwal kegiatan padat merayap, sehingga terkadang sebagai orangtua tergoda untuk langsung memberikan nasihat dan bahkan memberikan penilaian tanpa memberikan kesempatan anak untuk bercerita sebenarnya apa yang dirasakan.

Padahal waktu yang singkat itu merupakan kualitas waktu yang kita miliki untuk mendengarkan dengan saksama. Abaikan segala pertanyaan yang mungkin akan membuat anak terbebani. 

Berikan kesempatan anak untuk menyampaikan segala pengalaman belajar dan lainnya. Hal ini sangat baik tidak hanya menguatkan hubungan emosional tapi membantu anak untuk tumbuh menjadi menjadi pribadi yang percaya diri dan mampu menghadapi segala masalahnya secara mandiri.

Mari kita ubah mindset kita dengan membuka diri melalui komunikasi yang terbuka dan sehat sebagai fondasi penting dalam hubungan anak dan orangtua. Kita bisa menjadi sahabat bagi anak sehingga anak merasa nyaman dan tak canggung saat bercerita. 

Meskipun terkadang ada keinginan tetap dihormati tapi konteks situasi berbeda. Untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan komitmen dan usaha untuk mendengarkan dan berbicara dengan cara terbuka, jujur, dan penuh empati.

Mendengarkan curhatan anak bukan sekadar kita mendengarkan dongeng tapi bagaimana kita memahami perasaan dan emosi di balik cerita yang disampaikan. Anak-anak remaja atau masih kecil sekalipun masih belum mahir menguasai pembendaharaan kata lengkap untuk menerangkan apa yang mereka rasakan.

Libatkan hati dan menangkap isyarat nonverbal seperti nada suara atau ekspresi wajah yang kita berikan sebagai umpan balik. Saat kita berikan tanggapan dengan hadir sepenuh hati maka anak akan merasa dihargai dan dipahami sehingga menjadi pondasi penting dalam menguatkan komunikasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline