Lihat ke Halaman Asli

Buku 21

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Paling tidak masih ada sisa satu jam untukku menutup dan mengakhiribuku 20-ku. Cerminan dari pandangan mataku, sentuhan tanganku, tutur kataku,arah langkahku , dan secara keseluruhan dari tujuan hidupku.

Ya, tujuan hidup. Semua orang di muka bumi pasti memiliki tujuan hidup. Namun hanya sebagian kecil yang menyadarinya. Dan aku termasuk salah satu dari mereka yang masih mencari-cari, apa ,siapa,untuk apa, dan bagaimana hidup ini semestinya dijalankan. Yah.. mungkin aku baru bisa menemukannya di babak 21, tidak-tidak, bisa saja baru kutuliskanpada buku 27, 33, hm.. entahlah. Kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi. Meski sudah ada yang berkuasa atas segala fenomena di alam ini, namun kita tetap diwajibkan untuk berusaha menemukannya . lebih baik bukan, dari pada diam dan tidak mendapatkan apa-apa..

Kita , khususnya aku, telah melalui berbagai macam hal. Seringkali aku jatuh, mencoba untuk tetap berjalan meski tertatih , hingga aku harus terjatuh lagi. Namun justru inilah yang mampu membuatku belajar , tentang bagaimana cara untuk bangkit. Tentang bagaimana aku bisa meraih dan menyentuh langit di angkasa, hingga aku harus membiarkan jari jemariku terbakar karena itu. Tentang bagaimana aku bisa menemukan tujuanku dalam hidup.. ya.. ini merupakan sebuah perjalanan panjang..

Suatu ketika aku bediri di tengah jalan.. aku merasakan bumi bergerak dibawah kakiku. Aku merasakan segala sesuatunya berubah. Sama halnya dengan apa yang terjadi pada kehidupan kita. Semua orang berubah. Lambat laun kita akan menyadari itu sebagai bagian dari rencana Tuhan agar kita belajar untuk ikhlas merelakan sesuatu. Segala sesuatu berubah menjadi buruk, agar kita bisa menghargai pada saat mereka baik-baik saja.

Terlepas dari itu semua, aku menyadari bahwa waktu yang begitu berharga , berlalu begitu cepat. Saat aku meranggas di 15. Aku masih dapat menghayal tentang hal-hal menyenangkan di masa depan. 17, aku masih dapat bermimpi tentang perwujudan diriku sebagai apa saja yang kuinginkan. 19, senyumku mengembang dengan harapan untuk mencapai itu semua. 20, senyumku kian pudar, aku mulai merasakan matahari kian meninggi, dan bahwa dalam hidup kita harus tetap bergerak agar seimbang. Lalu apa yang harus kita lakukan untuk mengisi tahun-tahun berikutnya, jika kita hanya punya 100 tahun untuk hidup ?

Pada akhirnya , aku menyadari.. untuk melakukan segala sesuatu ,kita tak perlu menjadi orang lain. Meski sebagian akan memenangkan pertandingan , dan yang lain kalah, merupakan suatu yang wajar karena memang begitulah kehidupan. Aku berharap, kali ini, Tuhan menjadikanku bulan baru, yang tetap bersinar seperti pada malam-malam sebelumnya, dengan cahaya yang terang untuk memberi keindahan pada halaman pertama buku 21-ku, dan pada halaman-halaman selanjutnya.

Suatu hari nanti.. aku akan tinggal di sebuah rumah. Tapi kau tau, itu tidak untuk sekarang. Karena sekarang adalah waktu untukku kembali terjatuh, dan terus belajar untuk bangkit ….

Halaman terakhir buku 20,

23.00 wib.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline