Lihat ke Halaman Asli

27 Jam Menjelang 2010

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ba’da isya, aku hanya duduk terdiam dihadapan meja makan depan kamarku. Kain warna hijau bermotif bunga terbentang luas menyelimuti badan kayu pipih yang lebarnya hampir sejengkal dari tanganku ini. 3 buah piring berisi lauk, buah, dan sisa makanan kakak laki-lakiku masih berserakan disana.

Radio kuno Panasonic warna hitam menderu memecah kesunyian. Kubiarkan saja gelombang 101,3 FM masuk ke telingaku. Padahal tak jelas pula lagu yang diperdengarkan..

Suntuk rasanya, mengingat sepanjang tahun 2009 ini penuh dengan kabut tebal. Berharap sekali ada angin puyuh datang, biar asapnya hilang, atau terik matahari di siang bolong ,biar gelap tak lagi jadi penghalang.

Tahun baru kemana?” satu pertanyaan yang tak pernah kuharapkan dilontarkan kepadaku, karena sudah cukup letih kuberitahukan bahwa aku tak pernah punya jawabannya.

Bola mataku berputar dari kiri kekanan. Lihatlah, berantakkan sekali. Iya, betapa berserakannya benda-benda ini. Segala sesuatunya seperti berpindah tempat. Kapal pecah, mungkin satu kata yang tepat untuk menggambarkan kondisiku saat ini.

Hmh…..gambar dalam kemasan biscuit ini menarik perhatianku. Seorang ibu bersama dua orang anaknya sedang menikmati sore dihadapan meja makan dengan biscuit itu sendiri sebagai hidangannya.sang ibu tampak menuangkan teh kedalam cangkir anak perempuannya sembari tersenyum tanda kelembutan dan kasih sayang. Sedang si anak laki-laki asyik mengunyah biscuit dalam genggamannya. Indah sekali kebersamaan itu..




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline