Siapapun pasti kecewa dan kesal, dan hal itu boleh jadi sebagai hal yang manusiawi, manakala memiliki tim yang dipuja dan yang dicintai, digadang-gadang bisa tampil impresif dan elegan dalam berlaga, sekaligus bisa mendulang poin sempurna, harus buyar lantaran kejadian yang tak diduka dan tak disangka.
Ya, saya pribadi maupun sebagai anak bangsa benar-benar kecewa berat, setelah menyaksikan tanding bola dari layar kaca, pertemuan antara timnas Garuda Indonesia Nusantara vs timnas Bahrain dalam Kualifikasi Piala Dunia 2026 putaran ke-3 grup C.
Betapa tidak, meski sempat ketinggalan lebih dulu dari Bahrain 0-1 akibat gol Bahrain di menit ke-15 yang dilesakkan oleh Mohamed Marhoon, Garuda Nusantara kita pantang menyerah. Ya, pantang menyerah dan dibuktikan oleh Ragnar Oeratmangoen yang mampu menjebol gawang Bahrain pada saat injury time babak pertama, yakni pada menit ke-45+3, sehingga kedudukan pun berubah menjadi 1-1. Lalu berlanjut pada menit ke-74, si Rafael Struick yang di 2 pertandingan sebelumnya namanya belum muncul di papan skor sebagai pencetak gol, kali ini berhasil memperdayai penjaga gawang Bahrain dengan tendangannya yang tak terlalu keras, namun sangat ciamik penempatannya, sehingga jebollah gawang Bahrain untuk kali kedua yang di kawal oleh Ebrahim Lutfalla . Kedudukan berubah 2-1 bagi timnas Garuda Nusantara, kemenangan pun sudah di pelupuk mata.
Situasi menjadi lain dan sangat menyakitkan bagi kita Indonesia Nusantara, ketika si Mohamed Marhoon (Bahrain) berhasil menceploskan bola ke gawang Marteen Paes yang penampilannya relatif masih konsisten hingga laga ke-3 bersama timnas Garuda Nusantara. Dan, skor berubah menjadi 2-2 pada injury time babak ke-2, yakni menit ke-90+9.
Gol kedua Bahrain bisa disebut sebagai gol kontroversi karena terjadi pada menit 90+9, sekali lagi pada menit ke-90+9. Padahal, sebelumnya ofisial pertandingan menunjukkan waktu tambahan hanya 6 menit, dan 90+6 yang disepakati telah berlalu, peluit panjang sebagai tanda berakhirnya waktu pertandingan, tak kunjung dibunyikan oleh sang wasit Ahmed Al-Kaf asal Oman itu. Bahkan, tragisnya gol kedua Bahrain di samping sudah memasuki over time, juga ditengarai berbau offside? Wajar dong, bila kta Indonesia Nusantara jadi curiga, dan harus mempersoalkan kasus tanding leg-1 lawan Bahrain yang diduga kuat menjalankan politik persekongkolan di sepak bola Asia di kualifikasi Piala Dunia 2026 ini.
Dengan demikian, hal ini harus dikonfrontir kepada AFC maupun FIFA guna menjaga dan memelihara sportivitas di ranah olah raga sepak bola, serta prinsip filosofi Fair Play dalam sepak bola. Yakni, suatu konsep kompleks yang meliputi dan mewujudkan sejumlah nilai fundmental yang tak hanya penting dalam olah raga, tetapi juga relevan dalam kehidupan sehari-hari. FIFA sendiri bahkan telah menggaungkan makna fair play dalam sepak bola, yakni mematuhi peraturan yang disepakati, menolak keuntungan yang tidak dapat dibenarkan, memberikan kesempatan yang sama, berperilaku penuh pertimbangan, menunjukkan rasa hormat kepada lawan tanding, dan menerima yang lain. Ringkasnya, dalam FIFA Fair Play Code, tertulis bahwa fair play artinya rasa hormat. Rasa hormat (respect) adalah bagian dari permainan sepak bola. Dengan kata lain, bahwa setiap orang memiliki hak yang sama, termasuk hak untuk dihormati.
Akhirnya, setelah menyimak pertandingan bola antara timnas Garuda Nusantara vs Bahrain, 10 Okktober 2024, 23:00 WIB yang dilangsungkan di Stadion Nasional Bahrain, Riffa, yang bukan rahasia lagi, telah menuai kontroversi dan kericuhan yang lebih banyak dipicu akibat kepemimpin wasit yang semustinya adalah pengadil lapangan, dan yang seharusnya sebagai pelopor asas Fair Play. Bukankah, permainan adil adalah konsep yang positif? Karena olah raga (sepak bola) merupakan kegiatan sosial dan budaya, yang bila dilakukan secara adil, memperkaya masyarakat dan persahabatan antarbangsa. Dalam kongteks ini, Indonesia Nusantara benar-benar dirugikan oleh segenap perangkat pertandingan, ofisial panitia pertandingan yang diduga kuat telah mencedarai prinsip hakiki tentang Sportivitas dan Fair Play, dan sudah selakyaknya disanksi berdasar data fakta dan pembuktian.
Bukan tidak mungkin pertandingan bakal diulang apabila terbukti terjadi pelanggaran terhadap asas dan prinsip Fair Play dalam sepak bola yang dinaungi oleh FIFA dan AFC. Mungkinkah?
*****
Kota Malang, Okktober di hari kedua belas, Dua Ribu Dua Puluh Empat.