Kawan, untuk kali kesekian kutulis dan kulayangkan surat ini kepadamu sebagai curahan hati manakala menyaksikan kenyataan sosial-budaya negeri ini yang kian menjadi tak jelas arah dan tujuannya ...
Betapak tidak, kawan? Negeri ini dinyatakan dan diakui dunia sebagai negeri agraris di samping sebagai negeri maritim pula, maka teringatlah aku tentang apa itu negeri agraris?
Ciri-ciri negeri agraris agar layak dinamakan sebagai negeri agraris, adalah sebagai berikut:
1. Mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian
2. Memiliki lahan pertanian yang luas dan subur
3. Memiliki persediaan air bersih yang melimpah
4. Menghasilkan pelbagai jenis hasil pertanian dalam jumlah besar
5. Memiliki ketahanan pangan
6. Sektor Pertanian memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) negara.
Sedangkan, hal yang menguntungkan sebagai negeri agraris adalah sebagai berikut:
1. Membantu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencintai produk lokal
2. Terhindar dari krisis pangan
3. Dapat melakukan ekspor ke pelbagai negeri lain.
Demikian yang masih kuingat dan aku masih terngiang tentang apa itu negeri agraris yang telah disematkan sebagai julukan terhadap negeri ini, kawan ...
Sejurus kemudian, aku sedikit terhenyak begitu menyaksikan data terbaru tentang populasi petani di negeri ini yang menunjukkan bahwa:
- Triwulan pertama 2024, penduduk negeri ini yang bekerja di sektor pertanian, hanya 28,64% dari total penduduk usia produktif
- Apalagi, jumlah petani gurem mengalami peningkatan dibandingkan dengan jumlah petani yang laik dan ideal disebut sebagai petani.
Maka pertanyaannya, kawan ... Masih pantaskah negeri kita ini disebut sebagai negeri agraris, apabila fakta realitanya adalah demikian? Yakni:
- 28,64% penduduk di negeri ini yang bekerja disektor pertanian atau sebagai petani, apakah tak menggugurkan terhadap "mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian" sebagai salah satu dari ciri-ciri negeri agraris?
- Jikalau ternyata kita lebih banyak impornya dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, maka manakah hal yang menguntungkan itu bahwa sebagai negeri agraris "dapat melakukan ekspor produk pertanian pangan ke pelbagai negeri lain"?
- Pun demikian halnya, bahwa negeri agraris dijamin akan terhindar dari krisis pangan, bisakah terjawab secara konkret ketika krisis pangan global yang kian menggejala saat ini oleh negeri ini yang selalu mengandalkan impor dalam memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri demi tegaknya ketahanan pangan? Bisakah?
Kawan, negeri agraris yang populer dengan ungkapan "gemah ripah loh jinawi, subur kang sarwa tinandur" itu, pada akhirnya harus berhadapan dengan kenyataan bahwa negeri agraris yang menjadi kian miris-teriris, tak seindah yang dibayangkan dari apa yang didengungkan sebagai mitos belaka ....