Berselimutkan serba tak tenang, itu pastinya
Berhadapan dengan kenyataan alam
Yang sudah tak lagi ramah, keruh
Jenuh oleh saratnya pelbagai ketimpangan
Di keseluruhan aspek hidup dalam kehidupan
Kaburnya antara pahala dan dosa
Berbaurnya antara bijaksana dan durjana
Larutnya kebajikan dan kefasikan
Dalam topeng-topeng dan jubah-jubah laksana sang aulia arif bijaksana
Merindu dendamlah kita
Akan sebuah keseimbangan hidup dalam kehidupan nan sempurna ...
Jikalau tunas-tunas sujana mulai tumbuh dan bersemi
Walau hanya segelintir
Maka jangan biarkan mereka sang angkara
Hendak menumpas dengan segala cara dan tipu daya
Sebab, bilakah kita bisa mencapai tujuan
Menumpahkan segala rindu dendam atas sebuah keseimbangan
Tanpa perjuangan dan hanya berpangku tangan?
Buanglah, singkirkanlah jauh-jauh, sejauh-jauhnya
Duduk bersila di belakang meja
Hanya berkutat dengan segudang teori maupun angka-angka
Bergumul dengan sejuta lafal, berkomat-kamit bagai bermantra
Berkalkulasi tentang sedikit bekal, gerak, dan upaya kerja nyata
Lalu bermimpi meraih surga
Apakah justru bukan neraka yang akan didapatkan?
Ingat!
Bahwa ketimpangan hidup dalam kehidupan yang masih berlangsung adalah fakta realita
Dan, keseimbangan hidup dalam kehidupan adalah cita yang harus diperjuangkan
Sanggupkah?
*****
Kota Malang, Maret di hari kesembilan, Dua Ribu Dua Puluh Empat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H