Lihat ke Halaman Asli

Silogisme-Logika

Diperbarui: 4 Maret 2024   12:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Input sumber gambar: dokpri

Secara etimologis, "silogisme" berasal dari bahasa Yunani (Greek) yang berarti kesimpulan. Dan, hal itu bisa dibangun dan ditemukan melalui dua permasalahan yang terdiri dari premis khusus dan premis umum.

Silogisme, menjadikan cara berpikir sistematis dan jelas, hal ini dikarenakan silogisme memberikan ruang untuk berpikir kritis agar bisa membedakan argumen yang valid atau yang tidak.

Aristoteles berasumsi bahwa terdapat dua bentuk kesimpulan yang logis dimana silogisme diartikan sebagai cara menarik kesimpulan secara deduktif dengan menarik permis umum dan khusus.

Dan, secara prinsip, silogisme itu tidak bisa dipisahkan dengan apa yang dinamakan logika. Yakni, mencakup tentang pengertian, keputusan, dan pembuktian guna menghindari kesalahan titik tolak berpikir dengan seksama. Selanjutnya, logika selalu pararel dengan gerak pasti Alam bagi sosial budaya manusia.

Mari kita simak berikut ini, sebuah timbal cakap antara dua mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) dari sebuah perguruan tinggi ternama di negeri ini.

Seorang mahasiswa, sebut saja bernama Ucok, seorang lagi mahasiswa bernama Dimas. Keduanya, sedang berdiskusi face to face di sudut area parkiran kampus dimana keduanya adalah mahasiswa jurusan filsafat  semester akhir, dan tinggal menyelesaikan tugas akhir (skripsi).

"Logika, itu identik dengan akal sehat. Dan, akal sehat itu sejalan atau pararel dengan gerak pasti alam yang terancang bangun secara sistematis, penuh keteraraturan dan keseimbangan. Berikutnya, logika akan selalu bertalian dengan silogisme. Dimana silogisme merupakan kesimpulan yang mereduksi cara berpikir agar tak terjadi kesalahan titik tolak berpikir yang sistematis dan seksama. Bagaimana, menurutmu, Dim?" kata Ucok memantik kepada Dimas.

"Ya, sepakat, sebagaimana pandangan dari sang Aristoteles. Namun, bagimana bila kita konfrontir dengan logikanya Plato dengan idealisme serba citanya?" timpal Dimas yang tak mau kalah, dan mengimbangi ulasan Ucok.

"Memang, kenapa dengan idealisme serba citanya sang Plato, Kawan?" tanya Ucok, tanpa basa-basi.

"Plato dengan ungkapannya yang sangat populer, yakni 'Saya tahu, semakin saya tahu, saya tahu bahwa saya semakin tidak tahu', begitu ya? Maka apa sebenarnya dengan logika-silogismenya Plato dimaksud apabila kita tarik dengan pandangan Aristoteles itu?" tanya Dimas berbalik kepada Ucok.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline