Meski gempita menyeruak kian marak
Membludak bagai cendawan di musim kering tanpa tetesan hujan
Merindulah bara api melelehkan kebuntuan kalbu pada keinginan
Menyibak kelambu gelap meningkahi terang padang gersang
Membingkai sepinya cita harap pada keluhungan wujud langgam agung
Rundung gelisah yang membongkah
Menukik jiwa di belantara angkara durjana
Karena sang sujana tengah mengasah
Bergulat dengan waktu yang kian melaju
Menjemput saat yang tepat bilamana diejawantahkan
Di keriuhan para perompak berjubah bermahkota intan permata
Bagai sang aulia
Membungkam para kebanyakan dengan janji mimpi
Yang tak mungkin kuasa dibeli
Dengan kucuran darah dan kurasan air mata
Di kesunyian kidung rindu yang mendendam, meraung menggaung
Memecah langit merobek-robek dirgantara
Dalam senandung doa menapak juang tiada henti
Walau terkadang terhalang segerombol binatang jalang
Liar membuang nalar ...
*****
Kota Malang, Februari di hari kesebelas, Dua Ribu Dua Puluh Empat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H