Lihat ke Halaman Asli

Terdampar di Lorong Waktu

Diperbarui: 18 April 2017   21:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kepala terasa nyut-nyut bergelayut memikirkan kemana arah hidup yang terasa tak menepi. Di dalam rimba informasi terasa ku merasakan tersesat tak berujung. Waktu terus berjalan, meninggalkan jejak-jejak menjadi catatan sejarah yang mungkin tak berarti. Ratusan lembar koran offline dan online terus kubaca memenuhi rongga kepala dan dada. Telinga pun tak henti mendengarkan semua bunyi. Tapi diriku lebih sering lupa bahwa ada sumber berita yang penuh arti, yang kalau saya bacapun bisa diganjar ribuan kali. Sungguh....dunia ini terlalu cantik dan terus menggoda. 

Kapitalisme kehidupan terasa telah merayap dalam aroma kehidupan ini. Hari-hari manusia memenuhi keranjang troli di berbagai sudut kota. Gemerlap kehidupan mewah sungguh melenakan semua akan apa arti hidup ini. Namun, sungguh manusia lupa bahwa ada ribuan nyawa manusia melayang tak berarti di sudut-sudut kota yang telah mati. Anak kecil, perempuan renta menjadi saksi bahwa manusia sepertinya tidak mau mati. Tetapi membuat rakyatnya mati sungguh amat mudah bagi mereka yang hatinya sudah tertutup rapat terkunci.

 la hawla wala kuwwata illa billahil 'aliyyil azhiim... tiada daya dan upayaku ya Tuhanku kecuali dengan kekuatanmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline