Lihat ke Halaman Asli

Pendidikan Indonesia, mau Dibawa Kemana?

Diperbarui: 24 Juni 2015   14:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pagi sekali saya berangkat ke sekolah, dengan harapan bisa mengantar Amanat Mendikbud ke sekolah yang sudah saya download dan cetak di rumah. Maklumlah karena, file surat yang berisi Pidato Amanat Bapak Menteri Pendidikan M. Nuh rupanya baru hari Rabu sore diunggah (upload) di laman resminya di www.kemdikbud.go.id.

Pada pembukaan pidato yang dibacakan oleh Bapak Kepala Sekolah SMAN 1 Labuhan Haji Lombok Timur (Bahroan, M.Pd), pak menteri memang sudah meminta maaf perihal kisruh UN yang melanda negeri ini. Karena baru tahun ini UN diundur pelaksanaannya. Berikut permohonan maaf pak Mendikbud:

"Atas nama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, perkenankan saya menyampaikan permohonan maaf setulus-tulusnya atas persoalan penyelenggaraan Ujian Nasional Tingkat SMA sederajat tahun pelajaran
2012/2013. Hal ini harus kita jadikan sebagai pelajaran yang sangat berharga dalam memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat."

Terkait pelaksanaan UN yang kata media "amburadul", walaupun menurut saya tidak separah itu, memang menjadi tamparan tersendiri buat pak menteri. Bagaimana tidak, di saat panitia, pengawas UN, dan para murid sudah siap-siap masuk UN pada hari Senin, 15 April 2013, tiba-tiba terdengar kabar bahwa UN diundurkan ke hari Rabu, yang kemudian diralat lagi ke hari Jumat, dan digeser lagi jadualnya (ada 3 kali perubahan jadwal).

Belum lagi soal kebocoran soal dan kunci jawaban UN. Tahun lalu saja, dengan 5 paket soal ternyata sudah beredar soalnya sebanyak 5 paket juga bahkan yang beredar (diperjualbelikan?) adalah filenya. Lalu, pihak kemdikbud putar otak lagi dan terciptalah 20 paket soal disertai kode yang menggunakan Barcode. Eh...ternyata dasar orang Indonesia, tidak pintar namanya kalau tidak lebih pintar lagi dalam melanggar aturan. Banyak ditemukan para siswa membeli soal dan kunci jawabannya ke pihak tertentu lengkap 20 paket soal. Sebagai pegangan untuk 20 paket itu, setiap kunci per paket diberikan tanda dengan kalimat pertama soal, seperti: "jika...., diketahui....., Sebuah ....., dll" .

Melihat gejala seperti ini, sepertinya mental atau karakter yang didengung-dengungkan oleh Mendikbud sudahlah rusak dan menjadi virus dalam pendidikan Indonesia.

Rusaknya mental para pelaku dan penggiat pendidikan ini bermula tatkala pemerintah (Kemdibud) mengambil alih hak untuk meluluskan siswa. Padahal, pihak yang paling berhak dan tahu seluk-beluk siswa tentu saja para guru yang langsung mengajar muridnya". Dengan sistem kelulusan saat ini, pihak sekolah masih meragukan nilai SKHUN pada jenjang di bawahnya. Berbeda sekali faktanya ketika dulu pernah menggunakan istilah EBTA/EBTANAS dengan NEM dan ijazahnya. Saat itu sekolah SMA yang menerima murid dari SMP, akan yakin 100% kepada nilai NEM pendaftar. Dulu, siswa berlomba mendapatkan nilai yang baik agar mudah masuk jenjang sekolah berikutnya. Namun, sekarang para siswa berlomba untuk lulus dengan berbagai macam cara (termasuk yang tidak terpuji) seperti mencari soal dan bocoran kuncinya. Rusaklah karakter pendidikan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline