Lihat ke Halaman Asli

Uji Kompetensi Guru (UKG) antara Harapan dan Kenyataan

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1343746175458997468

[caption id="attachment_203877" align="alignleft" width="243" caption="sumber: www.merdeka.com"][/caption] Selasa siang tadi, saya mendapat jadwal untuk mengikuti kegiatan Uji Kompetensi Guru (UKG) yang diadakan oleh Kemdikbud melalui jalur LPMP dan PMPTK di Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Saya sampai harus ijin pulang duluan dari kegiatan saya yang sedang Diklat Pembuatan Teaching Aid di VEDC Malang (tanggal 23 Juli - 3 Agustus 2012) demi mengikuti jadual UKG ini. Namun setelah tadi siang mengikuti tes secara online, saya menemukan banyak sekali kesalahan pada soal. Berikut ini beberapa ketidakberesan pada soal UKG pada beberapa tempat dan khususnya lagi untuk mata pelajaran Fisika.

  1. Hari Pertama, ditemukan gagal koneksi khususnya untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, dan hingga tadi siang (Hari Kedua) masih belum bisa terkoneksi, sehingga guru-guru Bahasa Indonesia harus kecewa dan pulang duluan.
  2. Pada Pelajaran Fisika saya temukan beberapa kesalahan pada instrumen/soal:
    1. Banyak soal yang dobel/ganda
    2. Tampilan huruf tidak seragam. Kemungkinan besar soalnya banyak hasil scan
    3. Banyak gambar yang tidak jelas dan rusak
    4. Banyak soal yang tidak lengkap datanya seperti tabel atau grafik
    5. Antara soal dan jawaban tidak ada kesesuaian (tidak sinkron).
    6. Jika tampilan soal diperbesar dan diperkecil, maka jawaban yang sepertinya banyak hasil scan akan hilang, sehingga jika peserta ujian mau mengulangi mengerjakan soal itu, maka dia akan kehilangan pilihan jawaban, seperti yang saya alami.
    7. Soal yang dikeluarkan tidak ada dalam Kisi-kisi yang sudah diberikan di website UKG Kemdikbud
    8. Untuk mata pelajaran MIPA, waktu 120 menit sepertinya tidak cukup, karena soal-soalnya berisi banyak perhitungan. Atau jumlah soalnya harus dikurangi sesuai dengan alokasi waktu yang ada.
  3. Ujian untuk mata pelajaran yang sama tidak serentak dilakukan pada hari dan jam yang sama. Ini memberi peluang kebocoran soal.

Jadi, jika melihat banyaknya kesalahan pada soal, maka bisa saya simpulkan bahwa soal yang digunakan untuk UKG ini tidak reliabel, tidak valid, dan tidak sahih. Bahkan terkesan mendadak, dan asal-asalan. Sehingga soal itu TIDAK PANTAS digunakan untuk mengukur sesuatu/kemampuan guru. Mudah-mudahan UKG ini bukanlah semata-mata karena proyek dadakan yang serba instan. Sepertinya harapan pemerintah yang mau melihat pemetaan kompetensi guru masih belum reliabel. Jika instrumennya masih banyak kesalahan, maka otomatis hasil ujian juga akan rendah. Ini tentu faktor ketidaksiapan secara teknis oleh pemerintah. Namun demikian, ada beberapa hal yang kita ambil hikmahnya:

  1. Guru merasa ada yang kurang pada dirinya seperti pada penguasaan komputer. Karena banyak guru di Indonesia yang masih belum bisa memegang mouse, apalagi harus berhadapan dengan komputer, para guru itu tampaknya gemetar dan grogi. (penguasaan ICT masih rendah).
  2. Guru merasa harus belajar lagi dan tidak puas dengan status quo mereka. (long life learning)
  3. Guru harus belajar beradaptasi terhadap penggunaan teknologi dalam pendidikan. (up to date media).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline