Lihat ke Halaman Asli

Uang Elektronik Solusi Pengalihan Subsidi BBM

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini adalah artikel pertama saya sejak mendaftarkan diri jadi kompasianer sejak 17 April 2014, jadi mungkin dalam tata cara penulisan agak kurang rapi, lagipula saya bukanlah seorang yang hobi menulis hanya suka membaca hehehe, beda dengan teman saya semasa kuliah bro Anton Surya ( http://www.kompasiana.com/suryakelana) yang sudah jadi kompasianer sejak 14 Juni 2010, jadi beda pengalaman 4 tahun dengan beliau hehehehe....
Okey kembali ke laptop eh judul, dalam artikel ini saya beropini sebaiknya BBM yang dijual di SPBU sudah bukan lagi BBM yang disubsidi alias subsidi terhadap BBM benar-benar langsung dihapus, jadi adanya di SPBU hanyalah Pertamax untuk Bensin dan Pertadex untuk Solar, dan harganya sudah mengikuti harga minyak dunia yang fluktuatif, tidak ada lagi pengecualian, jadi semuanya dari kendaraan angkut untuk fungsi ekonomi (ojek, angkot, taxi, bis, truk, dll) sampai kendaraan bertipe kendaraan mewah (sedan lux, moge, dll) menggunakan BBM yang harganya sama. Nah terus dimana keadilannya? bukankah hal ini menyusahkan kaum dhuafa yang memang sudah susah?, coba anda pikirkan, kalau kendaraan-kendaraan mewah itu juga meminum premium yang disubsidi, lebih tidak adil kan? terus bagaimana supaya adil?
Sebenarnya soal keadilan memang tidak bisa tepat untuk memberikan rasa adil ini, dan tidak semua bisa merasa adil walaupun yang berwenang untuk membagikan keadilan itu sudah merasa adil. Tapi setidaknya manusia hanya bisa mendekati rasa keadilan itu.
Okey mengenai keadilan ini, ada baiknya kita tela'ah data jumlah penduduk miskin di Indonesia, berdasarkan data dari BPS per Maret 2014 jumlah penduduk miskin di Indonesia saat ini adalah sebanyak 28.280.010 jiwa (sumber : http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=23¬ab=1), dan subsidi BBM yang ditetapkan pemerintah untuk tahun 2014 adalah sebesar Rp. 194,9 triliun (sumber : http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/09/25/1857475/Anggaran.Subsidi.BBM.2014.Masih.Besar)
kita berandai-andai yuk, seandainya subsidi ini murni hanya orang miskin yang mendapatkannya mari kita bagi uang sebesar itu kepada kaum dhuafa per tahunnya, okey kita mulai hitungannya :

Besar Subsidi : Rp. 194.900.000.000.000
Jumlah Penduduk Miskin : 28.280.010 jiwa
Subsidi per jiwa : Rp. 194.900.000.000.000 /  28.280.010 jiwa = Rp. 6.891.794 / jiwa / tahun
atau Rp. 574.316/jiwa/bulan

artinya sebenarnya pemerintah bisa memberikan suatu tunjangan sosial bagi rakyat miskin sebesar Rp. 574.316/bulan, bisa saja pemerintah lebih melakukan penghematan dengan memberikan pengalihan subsidi BBM ini dengan tunjangan sosial per jiwa untuk rakyat miskin sebesar Rp. 550.000/bulan, ini artinya beban subsidi negara kepada rakyat miskin adalah sebesar Rp. 186.648.066.000.000/tahun, kalau melihat data APBN, maka APBN 2014-lah yang nilainya terkecil sejak APBN 2011, jadi selama 4 tahun ini rata-rata nilai subsidi bisa dikatakan sebesar Rp. 195Triliun setiap tahunnya.

Nah terus, bagaimana kalau subsidi terhadap BBM ini dihilangkan? ya tentu saja tidak ada lagi pos anggaran di APBN untuk subsidi BBM, adanya tinggal pos anggaran subsidi untuk non-BBM, terus subsidi BBM dikemanakan? Itu tadi saya sudah katakan, dibagi-bagi langsung kepada rakyat miskin, agar tepat sasarannya. Tahun-tahun kemarin sudah diperlihatkan caranya dengan membagikan BLT yang kemudian berubah nama jadi BLSM, berubah nama saja, prinsipnya sama saja, tapi dengan BLT/BLSM ini mungkin saya katakan ada salahnya, pertama uang yang dibagikan hanya untuk 6 bulan dengan termin 2 kali pembayaran, sekali pembayaran untuk masa 3 bulan, kedua nilai uang yang dibagi tidak mencerminkan nilai subsidi yang sebenarnya, cenderung malah benar-benar sudah parah disunatnya, ketiga, cara pengambilan uangnya yang membuat sibuk kantor pos, dan tempat-tempat yang ditunjuk bila daerah tersebut tidak ada kantor pos, akibatnya pula pelanggan kantorpos terganggu aktivitasnya.
Untuk itu solusi yang bagus saat ini menurut saya adalah hapuskan saja BBM yang bersubsidi, jadi semuanya sama pakainya, semuanya pakai Pertamax atau Pertadex, hal ini juga bisa menghidupkan Pertamina, agar betul-betul bisa fight dengan kompetitor lainnya seperti Shell dan Petronas, selanjutnya untuk rakyat miskin, nah ini yang penting !
tidak lagi dibagikan kartu yang memberikan mereka stempel sebagai orang miskin, tapi dibagikan kartu uang elektronik, kartu ini bentuknya seperti ATM (tapi bukan ATM), rakyat miskin pemegang kartu ini akan setiap bulan ditopup saldonya sesuai jatah subsidi yang telah ditetapkan. Terus siapa yang harus membagikan uang elektronik ini ? petugas BPS yang mendata jumlah rakyat miskin itu, nomor kartu dicatat sebagai penerima dana subsidi, agar data BPS sesuai dengan nilai pembagian subsidi. Lebih hebatnya lagi uang elektronik ini tidak bisa ditukar langsung ke uang fisik, uang elektronik fungsinya adalah untuk membeli kebutuhan sehari-hari, termasuk BBM, jadi sosialisasi Bank Indonesia untuk menggalakkan penggunaan uang elektronik juga bisa tercapai.
Sekian tulisan saya yang sangat sederhana dan hanya kelebatan opini sekilas, gara-gara saya pelanggan pertamax untuk motor saya yang sederhana hanya motor matic biasa, sementara didepan saya melihat mobil tipe mewah membeli bensin premium, dan keselnya operator nozel lebih memperhatikan mobil itu yang mengeluarkan uang Rp. 200.000 untuk mengisi premium mobil mewahnya, daripada saya yang cuman beli pertamax seharga Rp. 20.000 padahal saya yang lebih duluan sampai diterminal pompanya. hahahaha LUCUNYA NEGERI KITA




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline