Lihat ke Halaman Asli

“KARMA”: Chapter One

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“BLAMMMMM”

“Wanita Jalang!!”

“Aaarrrrggghhh!!!”

Bunyi bantingan dan teriakan-teriakan sudah menjadi hal yang lumrah terjadi dalam keluargaku. Bagiku sumpah serapah, saling umpat sudah menjadi hal yang tidak tabu lagi, kata-kata kasar macam Janc**, An**ng sering sekali terdengar bahkan bisa dikatakan hal itu sudah mendarah daging di keluargaku, “Keluarga Kami”.

Perkenalkan aku adalah andre, nama yang sangat sederhana, saking sederhananya kalian mungkin bisa menemukan selusin, bahkan berpuluh-puluh andre di kampungku. Sebuah kampung di pinggiran kota di kota terbesar kedua di jawa timur. Memang tidak ada yang istimewa dari diriku, baik dari tampilan ataupun dari dalam diriku, bagiku tidak ada yang bisa dibanggakan hanya saja yang membedakanku dengan orang lain hanyalah keluargaku yang mungkin oleh sebagian orang keluarga macam kami ini akan dipandang sebelah mata. Ya iyalah, siapa juga yang akan menerima sebuah keluarga yang isinya kayak paket lengkap dalam sebuah makanan cepat saji dalam artian negatif.

Mungkin perlu diketahui juga aku berumur delapan tahun, aku adalah anak tunggal dari keluarga yang sangatlah unik dan “berbeda”, ibuku adalah seorang mantan pelacur, yang baru insyaf ketika ada pemuda tolol yang mau menikahinya, ya seseorang mantan pencuri yang kemudian aku panggil bapak, walau sebenarnya aku juga tidak yakin aku anak orang itu atau tidak, entahlah aku juga tidak mau memerdulikannya.

Walau aku berasal dari keularga yang sangat berbeda, tapi aku tetap bisa melakukan aktivitasku seperti biasanya, yah walau tak bisa kupungkiri bahwa pasti ada yang sering mencibir bahkan mengatai aku dengan kata-kata yang kasar, tapi kuanggap hal itu sebagai angin lalu dan aku aggap saja mereka sedang sirik dengan aku. Aku ingat kata-kata dari sinetron yang sering kutonton jika aku main di toko dekat rumah “sirik tanda tak mampu”.

____________ Sampai Akhirnya pada suatu malam…..

“Dasar Wanita Murahan! dimana kau?? dasar lont*!! sudah kubilang untuk tidak pergi ke tempat itu lagi!!”

Kata-kata yang sangat familier itu kembali terdengar di rumah. Aku hanya mendelik saja dan mengambil sebuah headset yang ada di sampingku, karena aku tidak mau mendengar percekcokan antara bapak dan ibu lagi.

Akan tetapi sebelum posisi headsetku pas di telingaku

“Ceklek” kudengar suara pintu kamarku ditutup pelan oleh seseorang yang sangat kukenal, ibu.

“Ssssttt!!” isyarat ibu menyuruhku diam sembari menaruh telunjuknya di depan bibirnya yang menggunakan lipstik merah darah.

“jangan bilang ibu ada disini!!”

“tapi bu, nanti bapak pasti akan kesini”sahutku dengan kata yang sangat pelan.

“Iya dre, ibu sudah tidak kuat lagi dengan bapak kamu! Ibu mau pergi, ibu akan pergi ke tempat yang tidak mungkin bisa ditemukan oleh bapakmu”

“Bu, andre ikut ibu, aku takut jika harus sendirian disini” rengekku pelan

“jangan andre, ibu tidak bisa membawa kamu”

“Tapi bu…. “

“Jangan membantah andre!! Patuhi ibu” bentak ibuku

akhirnya aku hanya diam dan melihat ibuku yang melompat dari jendela kamarku dengan tas kecil yang sudah ia persiapkan sebelumnya. Selang berapa lama kemudian pintu kamarku kembali terbuka dengan sosok lain yang memegangnya.

“Mana Ibumu?” Tanya bapakku kasar

“Aku ga tahu” sahutku takut, takut kebohonganku akan terbongkar

“Awas kalau kamu berani bohong sama bapak!”

Akhirnya bapakku menutup pintu kamarku kembali dengan kasar. Kuambil headset yang tadi sempat kulupakan sambil merenungkan kembali apa yang telah terjadi malam ini.

“HHHHH” Aku ambil nafas panjang.

___________________________________

Sudah beberapa minggu sejak ibu pergi dari rumah, bapak tidak pulang ke rumah kecuali untuk ganti baju saja, akan tetapi yang membuat kau kagum bapak tidak pernah lupa utuk meninggalkan setidaknya uang saku untukku ke sekolah, sehingga walau ia sangat jarang di rumah aku tidak merasa kekurangan satu apapun, hehehe.

________________ Sampai pada suatu malam

“Tok, Tok Tok”

Suara pintu terdengar keras, kulihat jam dinding di kamarku “jam 12” pikirku. Saat kubuka pintu, aku langsung menangkap sesosok tinggi besar berdiri sempoyongan di depanku. Ia meracau dan berteriak tidak jelas.

“Bapak!” aku tidak menyangka bapak akan datang selarut ini, biasanya memang dia sekalian tidak pulang. Ketika ia lewat sejenak kulihat matanya merah, entah kenapa, dan dari tubuhnya tercium suatu bau yang aku sendiri tidak tahu itu bau apa, yang jelas baunya sangat asing di penciumanku.

kubantu bapak untuk sampai ke kamarnya, iapun merebahkan tubuhnya yang besar ke tempat tidur, tapi tanpa diduga ia menahan tanganku dan membantingku ke tempat tidur. Sejenak aku terdiam, akan tetapi kusadari bapakku malam ini tidaklah seperti biasanya dan membuatku takut lagi.

“Ini semua gara-gara kamu! kalau lont* itu tidak mengandungmu, aku tentu tidak usah menikahinya!” teriaknya.

“Ampun pak! mau bapak apakan saya? Saya janji saya tidak akan nakal, pak tolong lepaskan saya!” rengekku.

Akan tetapi bapakku sepertinya berada dalam pengaruh setan, ia tetap tidak menggubrisku dan melakukan hal-hal yang sangat tidak kusangka, ia melakukan hal yang membuatku sakit baik dari segi fisik maupun dari mentalku.

_______________ Beberapa hari setelahnya……………

aku merencanakan bahwa aku harus pergi juga dari rumah ini, aku tidak mau serumah dengan orang yang sangat menakutkan, aku harus melakukan hal yang sama denga ibu, aku tidak mau merasakan sakit seperti malam itu, harus pergi.

Sepert biasanya bapakku pulang telat seperti biasanya, akupun melaksanakan niatanku untuk mennggalkan rumah ini. Aku lewati perkebunan di samping rumah, aku berjalan dan terus berjalan, kadang aku berlari, aku takut nanti bapakku akan mengejarku jika mengetahui bahwa aku berusaha kabur. Akhirnya setelah berjalan dan berlari aku sampai di batas desa lain, waktupun sudah menunjukkan jam 02.00 dini hari, akupun beristirahat sejenak di bangku pinggir jalan desa itu, karena kelelahan akupun tertidur.

Setelah aku terbangun aku melihat sebuah kendaraan yang berhenti di dekat tempatku bangun, banyak orang yang masuk ke kendaraan itu, sehingga akupun masuk ke dalamnya. Akupun duduk di samping jendela dan melihat pemandangan yang sangat berbeda dari desa tempat aku tinggal.

“Dek, turun mana?” Tanya seseorang kepadaku

“Turun, di……” aku tidak tahu mau turun dimana, akhirnya aku bilang saja tempat seperti yang dikatakan orang di sebelahku.

“Turun Blitar pak” kataku, entahlah walau aku tidak tahu daerah itu setidaknya aku harus benar-benar jauh dari bapak, itu saja yang aku pikirkan.

“lima ribu dek” kata orang itu.

Hadduh, aku lupa, aku tidak membawa apa-apa dari rumah, karena dari tadi yang aku pikirkan hanya menjauh dari bapak.

“Maaf pak, saya tidak punya”

“Apa? tidak ada? gimana sih!, bos bos berhenti” racau orang itu

“kamu turun disini, ga punya uang kok mau pegi jauh-jauh” orang itu marah-arah kepadaku.

Akhirnya akupun diturunkan di daerah yang tidak aku ketahui, akupun berjalan (lagi) dan terus berjalan, aku tidak tahu harus kemana, rasa lapar dan haus tentu menyiksaku tapi mau apa lagi aku tidak punya uang ntuk membeli sesuatu, mau mencuri? aku tidak berani, walau aku berasal dari keluarga yang tidak becus, aku takut mencuri, kata guru ngajiku orang yang mencuri nanti di akhirat akan dihukum potong tangan di neraka (Hiii, ngeri).

Aku teruskan perjalananku sampai aku berada di depan sebuah masjid, aku beristirahat sejenak dan masuk ke kamar mandi masjid, selain berwudhu disana aku bisa minum sepuas-puasnya tanpa ada orang yang melarang, hehehe.

Setelah itu aku duduk sejenak di beranda masjid, dan menikmati suasana semilir angin yang memang agak panas sih, tapi bagiku suasana tenang macam ini sangat jarang kudapati mengingat bapak dan ibuku yang dulu sering bertengkar, mengingat itu aku juga langsung ingat kejadian malam bejat itu, tak terasa air matakupun mengalir tanpa kuduga.

“Nak, kamu kenapa?”

Sebuah suara halus dengan disertai sentuhan lembut kurasakan di bahuku, akupun menoleh, terlihat sebuah raut wajah wanita tua, yang sangat ramah tersenyum kepadaku, kerudungnya berwarna putih dan baju panjang berwarna biru ia kenakan.

“Saya tidak apa-apa bu” jawabku takut

“kalau tidak apa-apa kenapa kamu menangis nak?” Tanya ibu itu seraya membelai rambutku

Aku pun menceritakan kejadian yang menimpaku, aku yang kabur dari rumah, perlakuan kasar ayah, ditinggal ibu, tapi aku tidak menceritakan aib yang sangat menyakitkanku itu. Ibu itu mendengarkan aku dengan seksama dengan mata yang berkaca-kaca.

“Dan kamu tidak mau kembali ke orang tuamu?” tanyanya, akupun mengangguk.

“Bagaimana kalau kamu tinggal di panti asuhan ibu, disana ada banyak anak seperti kamu”

Rasa senang menghinggapiku ketika aku mendengar hal itu, kumerasa Tuhan memang memberikan jalan kepadaku ketika aku tidak tahu harus bagaimana. Akupun ikut bersama ibu Hamidah (nama ibu itu) di panti asuhannya selama satu setengah tahun, setelahnya aku ikut ke keluarga baru yang mengadospsiku, keluarga pak slamet, keluarga yang sangat menyayangiku karena memang beliau tidak mempunyai anak sampai umurnya sesenja saat ini.

_______________ Beberapa Tahun kemudian

“Alhamdulilah, aku diterima di PT ******** Ma”, teriakku kepada Istriku, Istri? yah Istriku, namanya Raihanun, aku yang sekarang sudah memiliki seorang istri yang cantik, kami menikah dua tahn yang lalu tapi memang kami belum dipercaya untuk memiliki anak.

“Beneran pa? Alhamdulilah, selamat yaa!” ucap istriku tulus. Kebahagiaan kami memang sampai sekarang masih terjaga walau kami belum memiliki anak. Aku sangat menjaga setiap apa yang yang akan kulakukan dan kukatakan kepada istriku. Aku tidak mau hal yang terjadi kepada bapak dan ibuku terjadi kepadaku dan istriku. Sehingga keluargaku bisa dikatakan sebagai keluarga yang sangat harmonis (mungkin, hehe).

Sampai pada suatu hari, saat itu tempat kerjaku sedang mengadakan pengurangan besar-besaran, karena pemiliknya kena kasus korupsi dan harus mengalami pemiskinan, dan tanpa disangka-sangka aku menjadi salah satu korban PHK itu, aku memang diberikan pesangon, tapi aku tidak bisa menerima aku yang sudah bekerja bertahun-tahun harus diputuskan secara sepihak oleh perusahaan.

Aku merasa bahwa dunia ini tidak adil, apa salahku? Aku sudah melakukan semaksimal mungkin, tapi apa? Kenapa harus aku yang di PHK! Istriku mau aku kasih makan apa?. Pikiran-pikiran itu terus saja menggangguku.

Setibanya aku di rumah, Istriku bertanya ada apa dengan diriku? Aku tidak menjawabnya, aku malas untuk meresponnya, aku takut jika dia tahu bahwa aku tidak mempunyai pekerjaan lagi aku akan ditinggalkannya. Jadi ketika aku ditanyakan mengenai pekerjaan aku pasti mengelak.

Akan tetapi namanya juga rahasia kapanpun bisa terbongkar, dan seperti yang telah kuduga istriku mengetahui bahwa aku sekarang telah menjadi pengangguran, dan ia pun marah.

“Yah! kamu sudah tidak bekerja?” Tanya istriku marah

“Iya ma, maaf, ayah kena PHK kantor, dan sampai saat ini Ayah masih belum dapat pekerjaan baru” Suaraku memelas.

“Mama, kecewa yah, Ayah tidak jujur kepada mama”

“Iya ma, Ayah minta maaf pada mama” seruku sambil menunduk

“Mama, tidak mau menjadi beban Ayah, mama akan pulang ke rumah orang tua mama, nanti kalau ayah sudah dapat pekerjaan baru mama akan kembali ke rumah ini”

“Tapi ma…”

“Sudah yah, Mama tetap harus pergi”

Akhirnya kejadian yang paling kutakutkan terjadi, orang yang sangat kucintai meninggalkan aku. Aku langsung tertunduk, lesu dan kembali mengingat kejadian di masa lalu, pertengkaran orang tuaku, aib itu, aku yang pergi, inikah yang dinamakan KARMA?

____________ Beberapa hari setelahnya

Sudah berjalan hari-hari sendiri, benar-benar sendiri, ingatan-ingatan tidak menyenangkan itu tetap kembali ke dalam ingatanku, berputar-putar sehingga membuat aku semakin terpuruk, bagiku kehidupan ini tidaklah berpihak kepadaku, kepalaku seakan mau pecah dan tidak bisa kubendung lagi, akupun pergi ke luar dan pergi ke taman dengan maksud untuk agar tekanan ini bisa menjadi sedikit berkurang. Disana kulihat berbagai macam orang yang sedang main, mulai anak-anak sampai yang sudah tua.

Aku duduk mematung melihat kegiatan orang-orang itu tak terasa ada sesuatu yang mengenai kepalaku.

“Aduuh” seruku, kuambil benda itu, sebuah kapal-kapalan kertas.

“Maaf Oom, itu punya saya” seru sebuah suara kecil yang semakin mendekat. Aku menoleh. dan kulihat seorang anak kecil berbaju kuning berlari mendekatiku.

“Oh ini punyamu” seruku seraya memberikan kapal-kapalan itu

“Iya Om” jawabnya polos

“Namanya siapa dek?”

“Alfan Om, maaf om saya mau main lagi dengan teman saya, makasih ya Om” jawabnya seraya meninggalkan aku.

Akan tetapi keanehan terjadi kepada diriku, ketika tadi aku berbicara dengan alfan, anak itu, aku merasakan suatu kenyamanan, entahlah aku pun meninggalkan taman itu beberapa saat kemudian.

________ Di rumah

Alfan, Alfan, entah mengapa aku terus memikirkan anak tersebut, ketika aku mendengar suara polos anak itu aku merasa sangat menyenangkan jika aku bisa terus mendengarkan suara polos macam itu begitupun Ketika aku mengingat wajahnya yang tampan nan polos.

Tanpa terasa aku mulai merasakan sebuah sensasi yang tidak pernah kurasakan sebelumnya, Aku merasa tubuhku panas dingin, pikiranku hanya tertuju pada Alfan si anak taman itu.

Akupun berseru kaget

“Astaga, ada apa dengan aku ini? mengapa aku merasa hal semacam ini?”

Keadaan ini kembali mengingatkanku pada apa yang bapak lakukan kepadaku malam ini.

“Tuhaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaan!!!!!!”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline