Dalam Teori Agenda Setting yang diperkenalkan Mc Combs dan DL Shaw, asumsi teori ini adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Jadi, apa yang dianggap penting media, maka penting juga bagi masyarakat. Begitu pun sebaliknya, apa yang dianggap tidak penting oleh media, akan luput dari masyarakat.
Selama awal januari 2015 sampai februari ini saya mengamati media indonesia ramai dengan pemberitaan yang mengerucut pada dua topik, yakni topik Politik dan Agama. Sekalipun ada juga berita lainnya yang membahas tentang permasalahan hukum, ekonomi, kesehatan, serta sosial budaya tetapi yang paling menarik yang sering dimunculkan oleh media hanyalah berita tentang Politik dan Agama. Asumsi saya, penonjolan kedua topik ini mengisyaratkan bahwa hanya Politik dan Agamalah yang paling penting di Indonesia ini, yang lainnya hanya sebagai ‘bumbu’ pelengkap saja. Tak ada salahnya ketika membicarakan Politik ataupun agama. Bagi saya, sah – sah saja. Namun, rasanya menjadi keliru ketika permasalahan yang bisa diselesaikan secara hukum, dan yang membicarakan ekonomi maupun kesehatan malah dikaitkan dengan kepentingan politik. Seringkali saya merasa muak membaca berita yang nuansa politiknya terasa sekali.
Kita ambil contoh saja, topik yang masih hangat akhir – akhir ini yaitu KPK versus POLRI. Yang menarik bukanlah proses hukum antar kedua lembaga ini, dan bagaimana pengangkatan Budi Gunawan menjadi Kapolri yang oleh KPK ditetapkan sebagai tersangka, ataupun praperadilan yang dilakukan oleh pihak Budi Gunawan terhadap penahanan beliau oleh pihak KPK, tetapi justru yang menarik adalah permainan politik dibalik kisruh kedua lembaga ini yang sering disoroti oleh media untuk jadi ‘santapan’ para konsumen media.
Tak hanya politik yang sering dimunculkan ke permukaan tetapi topik mengenai agama pun menjadi ‘arus utama’ pemberitaan media indonesia. Dari berita mengenai pasukan ISIS yang mengeksekusi Pilot asal Jordania, peristiwa penembakan di kantor majalah satir Charlie Hebdo atas penghinaan mereka terhadap nabi Muhammad SAW, penembakan terhadap 3 warga muslim di Chapell Hill, bahkan pro kontra merayakan hari valentine untuk umat muslim. Sehingga bisa disimpulkan bahwa kedua topik ini, Politik dan Agama menjadi sebuah kekuatan media Indonesia untuk menarik perhatian seluruh rakyat indonesia di berbagai penjuru. Seakan – akan tanpa kedua topik ini, berita tidak akan menjadi menarik.
Coba kita tengok koran – koran lokal di negeri ini, yang menjadi headline adalah berita tentang politik. Ini menunjukkan bahwa politik dan Agama masih menjadi topik yang paling hangat untuk diperbincangkan, Seperti yang dikatakan Karl Marx bahwa 'Agama adalah candu rakyat'. Bagi saya, tak hanya agama yang menjadi candu rakyat. Politik pun telah menjadi candu bagi rakyat. Perbincangan mengenai politik dan agama kini memang benar - benar termanifestokan dalam kondisi sosial masyarakat Indonesia. Obrolan politik dan agama bisa ditemukan di warung kopi, ruang kuliah, atau media sosial. Yang memperbincangkannya pun bisa siapa saja, dari orang yang kedalaman intelektualnya seperti 'sumur' sampai yang kedalamanya seperti 'samudera' yang luas dan dalam. Bahkan dari kalangan bawah, menengah, dan kalangan atas pun membicarakannya. Namun kebanyakan berakhir dengan debat kusir.
Jujur saja, pemberitaan media yang sangat subyektif ini membuat saya gigi jari. Isi berita tidak lepas dari kepentingan sang pemilik media untuk menggiring persepsi khalayak ramai kedalam persepsi kepentingannya. Sehingga 'khalayak' dipaksa untuk mengiyakan apa yang menjadi sajian dalam berita. Misalkan, TV abang One yang pemiliknya merupakan salah satu ketua partai politik, begitu juga dengan Metro Mini TV yang pemiliknya juga merupakan ketua salah satu partai politik. Maka, jangan heran kita disajikan berita dalam sudut kepentingannya mereka.
Kekuatan media sebagai penyalur informasi publik sudah seharusnya disortir dengan baik oleh kita sebagai konsumen media. Perlu berpikir kembali untuk mengkonsumsi berita yang bernuansa politis dan agama yang ujungnya hanya untuk meng-adudomba apalagi jika kita terlibat dalam debat kusir yang tiada akhir.
Salam Tempel. Hehe
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H