Hidup sering kali membawa kita pada rutinitas yang tampak biasa, namun dalam setiap detiknya, ada kehangatan yang bisa kita rasakan---terutama ketika kita bersama orang-orang terkasih. Perjalanan pulang setelah seharian bekerja atau beraktivitas adalah salah satu momen di mana kebersamaan keluarga terjalin erat. Walaupun jarak dan cuaca kadang menguji, setiap langkah bersama keluarga selalu memberi rasa aman dan cinta yang mendalam. Kisah ini adalah perjalanan pulang, sambutan hangat, dan bagaimana kita merayakan kebersamaan dengan penuh makna.
Setiap sore, tepatnya pada pukul 14.00, saat hujan mulai mengguyur jalanan, aku menerima pesan dari Satria, anak keduaku yang berusia 17 tahun. "Ayah, jemput aku ya, hujan turun deras di sekolah," begitulah biasanya isi pesan yang datang. Aku tahu, ini adalah momen yang sederhana, tetapi sangat berarti baginya. Tanpa berpikir lama, aku segera mengenakan jaket, helm, dan keluar menuju motor bebek tua yang sudah setia menemani perjalanan kami. Jarak sekitar 15 kilometer yang harus ditempuh tak pernah menghalangiku untuk menjemputnya, karena aku tahu betapa berartinya bagi Satria jika aku menjemputnya pulang, terutama di saat hujan yang sering kali menghalangi banyak orang untuk bergerak cepat.
Aku langsung menghubunginya untuk memastikan posisi Satria. "Ayah, aku sudah keluar kelas," katanya dengan suara tergesa.
"Baik, aku segera jalan, tunggu sebentar," jawabku, memastikan bahwa aku akan segera sampai.
Meskipun perjalanan itu terasa panjang, di atas motor, aku merasakan kedekatan dengan Satria. Hujan yang turun deras membuat perjalanan menjadi lebih menantang, namun di sinilah makna perjalanan sebenarnya---bukan hanya tentang mencapai tujuan, tetapi tentang kedekatan yang terjalin di setiap detiknya. Sebagai ayah, aku merasa ini adalah bagian dari tanggung jawab dan cinta yang harus kutunjukkan dengan cara yang sederhana, seperti menjemput Satria pulang, apapun cuacanya.
Sambutan Hangat dari Keluarga: Rumah yang Penuh Kasih
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, akhirnya aku sampai di rumah bersama Satria. Maia istriku, sudah menunggu dengan senyum hangat yang menyambut kepulanganku. Maia selalu punya cara untuk membuatku merasa tenang dan nyaman, seperti tatapannya yang penuh makna setiap kali aku pulang. Ketika aku menurunkan helm dan meletakkan motor, ia berdiri di depan pintu, seolah-olah ingin berkata, "Selamat datang kembali, kamu sudah selamat sampai rumah."
"Akhirnya kamu sampai juga, Ayah," ujar Maia dengan senyum yang memancarkan rasa cinta dan perhatian.
Aku melepas jas hujan yang basah, sepatu yang juga basah kuyup, dan jaket yang sudah mulai berat karena hujan. Di setiap langkahku menuju pintu, aku merasakan betapa rumah bukan hanya sebuah tempat untuk berlindung dari hujan, tetapi juga tempat di mana cinta dan kehangatan selalu menunggu. Di dalam rumah, air hangat sudah menanti untuk membasahi kerongkonganku yang kering.
"Minum dulu, Ayah. Biar hangat," ujar Maia, sambil menyodorkan segelas air teh manis hangat yang benar-benar menyegarkan setelah perjalanan yang melelahkan.