Lihat ke Halaman Asli

Subari

Praktisi Penyiaran

Oalah...Mukena Untuk Mencuri

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13450951491997855411

[caption id="attachment_207031" align="alignleft" width="300" caption="guru dan anak didik (illustrasi, crazywrite88.wordpress.com))"] [/caption] Mukena adalah pakaian yang biasa digunakan para perempuan untuk shalat. Tapi bagi Lily, perempuan  17 tahun yang berstatus pelajar sebuah SMK, mukena malah digunakan untuk menutupi aksi jahatnya. Yakni   mencuri uang dari dalam kontak infak di masjid.

Ulah remaja ini tertangkap basah oleh para jamaah perempuan, yang sedang mengikuti Shalat Tarawih di masjid sebuah perumahan di Batam, Rabu malam (15/8). Bersama TG, pacar yang diduga ikut kerjasama dalam aksi kejahatan ini, Lily langsung digelandang dan di interogasi warga di masjid. Dari tangan Lily, warga menemukan dompet berisi uang ratusan ribu, dan sejumlah boneka mainan, yang diduga dibeli dari hasil pencurian uang infak.

Aksi s pencurian,  dilakukan Lily dengan modus yag cukup unik. Dengan mengenakan mukena layaknya para jamaah perempuan lainnya, Lily  memerintahkan anak-anak mengambil kotak infak. Berbeda dengan jamaah lainnya langsung memasukkan uang saat menerima kotak infak.  Setelah  menerima kotak infak dari anak-anak, Lily malah menyembunyikan kotak infak ke dalam mukena yang dikenakannya.  Karena semua kotak infak di mesjid ini tidak terkunci. Lily dengan mudah memindahkan uang dari dalam kotak infak ke saku celananya.

Karena aksi ini dilakukan berulang-ulang, ketrampilan Lily merogoh kotak infak ini ketangkap basah anak-anak dan ibu-ibu jamaah masjid.  Setelah diinterogasi dan berdasar  kesaksian anak-anak masjid, pencurian uang infak ini, dilakukan Lily hampir tiap malam sejak malam pertama Ramadhan. Tentu saja, ulah Lily ini tak hanya membuat geram semua pengurus masjid, tapi juga ratusan warga yang malam itu berkerumun melihat Lily diarak dan dimintai keterangan di masjid.

Meski kasus ini tergolong tindak kejahatan, pengurus masjid tidak meneruskan kasus ini ke aparat penegak hukum. Pengurus masjid akhirnya mengembalikan Lily kepada keluarganya setelah diminta mengembalikan uang infak yang dicurinya selama hampir sebulan. Demikian juga dengan TG, pacar yang diduga ikut bekerja sama melakukan aksi pencurian uang infak ini.

Yang unik dari penangkapan remaja pencuri uang infak ini, ada seorang tokoh warga yang kebetulan guru, merasa terpukul dengan kejadian ini karena remaja yang menjadi pelakunya adalah anak didiknya di sekolah.  Melihat kejadian ini, saya langsung teringat dengan ulah para guru lain yang memiliki integritas moral yang buruk sehingga ada kemungkinan berpengaruh terhadap moralitas anak didik.

Saya tidak menuduh atau meragukan integitas moral guru   tersebut. Hanya saja, saya pernah dua kali berhubungan dengan guru yang integritas moralnya patut saya ragukan.  Pertama, ketika saya memindahkan sekolah anak saya di sebuah SMP Negeri, wakil kepala sekolah yang saya temui langsung merespon bagus dan bersedia menerima anak saya menjadi anak didiknya. Hanya saja, wakil kepala sekolah yang kebetulan perempuan berjilbab, minta tolong agar saya ikut membantu uang pagar sekolah dua juta rupiah. “Biar anak-anak gak suka bolos dengan lompat pagar,” kata bu guru. Dengan niat tulus, saya memberikan batuan itu dan anak saya langsung di terima di sekolah itu.  Belakangan,  integitas moral bu guru itu saya ragukan, karena hingga anak saya lulus sekolah, ternyata pagar yang dijanjikan ternyata belum dibangun. Oalah!

Kejadian kedua, saat saya hendak memindahkan anak saya lainnya di sebuah Sekolah Dasar. Kali ini, wakil kepala sekolah yang menerima, kebetulan juga perempuan berjilbab, memberi penjelasan kalau di sekolah ini memang masih ada bangku untuk anak saya. Namun dengan tegas ibu guru mensyaratkan, orang tua harus bersedia membantu uang pembangunan mushalla satu juta rupiah. “Kalau gak mau bantu, ya jangan sekolahkan anak di sini,”jawab ibu guru dengan ketus.  Sudah dua tahun akan saya belajar di sekolah ini, dan saya sudah membantu uang yang diminta, tapi belum nampak juga tanda-tanda renovasi mushalla sekolah. Oalah!

Seandainya cukup banyak guru dengan integritas moral seperti kedua guru di atas, jangan salahkan kalau akan banyak anak didik yang juga memiliki integritas moral yang rendah. Kata pepatah lama, guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Semoga di bulan suci ini, menjadi momentum introspeksii bagi kita, khususnya para guru, agar mereka mampu mengantarkan generasi yang mampu menjadi pemimpin masa depan bangsa.

Salam hangat dan tetap semangat

Imam Subari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline