Lihat ke Halaman Asli

Loncat Meloncat Dukungan di Dunia Politik, Mengundang Tanya

Diperbarui: 5 September 2015   00:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Loncat-meloncat dalam pertunjukan pencak silat memang asyik. Lebih asyik lagi jika mengamati gerak langkah loncatan para pesilat yang lincah, menampakkan piawainya dalam berolah seni dan budaya – menjadikan tontonan menarik untuk dinikmati.

Agaknya berbeda jika dibandingkan loncat-meloncat atau dukung-mendukung dalam dunia politik, khususnya di negeri kita. Tidak sedikit kalangan terhenyak setelah menyimak berita terbaru belum lama ini. Meloncatnya dukungan Partai Amanat Nasional (PAN) ke kubu Koalisi Indonesia Hebat atau KIH yang kini sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan, telah menjadikan ‘kejutan’ tersendiri.

Pasalnya, partai yang awalnya dikenal sebagai garda terdepan dalam memasuki atmosfir politik di era reformasi, terdiri dari orang-orang intelektual dimotori Amien Rais, dkk telah menjadikan perubahan sistem sosial-politik di negeri ini, akhirnya pun cenderung melemah sikap kekritisannya.

Dalam pemberitaan di KOMPAS.com edisi 3 September 2015 menyebutkan, Ketua DPP Partai Amanat Nasional Agung Mozin menilai, Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan telah menyampaikan keputusan sepihak dengan menyatakan bahwa PAN bergabung dengan pemerintah. Keputusan diambil tanpa melalui mekanisme partai (http://nasional.kompas.com).

Meloncatnya dukungan PAN ke Koalisi Indonesia Hebat/KIH, apalagi tanpa pemberitahuan terlebih dahulu dengan jajaran bawah internal partai serta kawan-kawan partai koalisinya (KMP/Koalisi Merah Putih) sudah barang tentu juga mengagetkan. Bahkan dampak atas peristiwa politik ini mengundang tanggapan/opini di berbagai kalangan luas, termasuk rakyat kecil atau wong cilik yang berada di akar rumput bertanya-tanya, mengapa hal tersebut bisa terjadi/dilakukan petinggi PAN?

Walaupun sesaat setelah menyatakan dukungan ke pemerintah, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mengatakan bahwa sikap itu diambil karena PAN ingin memperlihatkan bahwa kondisi politik di Indonesia tidak terpecah, perlu untuk meyakinkan investor dan para pelaku usaha tentang kondisi perekonomian Tanah Air, nampaknya argumentasi demikian belum dianggap lengkap oleh berbagai kalangan. Bahasa diplomatisnya sangat kental, wajar jika dikemudian hari masih terus mengundang tanya.

Dalam diskusi kecil bersama teman-teman dan santai ala angkringan, banyak pendapat terlontar diantaranya: meloncatnya dukungan PAN menjadi pro pemerintah diperkirakan ‘minta jatah kue kekuasaan’ misalnya menteri atau mendudukkan kadernya dalam posisi penting. Ada pula yang mengandai-andai, apa yang dilakukan PAN itu hanyalah untuk menutupi masalah/tertentu terkait kasus crane Pelindo 2, migas atau lainnya. Disamping itu ada yang menduga, telah terjadi bargaining position bahwa PAN jika berada di barisan opisisi – tidak akan mendapatkan keuntungan apa-apa. Dan banyak lagi pendapat yang semuanya sebatas dugaan semata, belum dibuktikan kebenarannya.

Gambaran politik ditandai sepak terjang atau manuver para petinggi partai ini menunjukkan bahwa ‘koalisi permanen’ seperti pernah digembar-gemborkan ternyata hanya isapan jempol belaka. Masyarakat awam yang berada dilapisan bawah/akar rumput semakin bingung dan semakin tak percaya lagi terhadap elit politik yang suka ‘mbalelo’ demi ambisi untuk memenuhi kepentingan segelintir orang.

Apabila kondisi perpolitikan masih demikian, demokrasi yang sedang dibangun masih jauh dari harapan. Ini mungkin yang sering disebut-sebut dalam adagium politik bahwa tiada kawan dan lawan yang abadi, kecuali yang ada hanyalah kepentingan!

Subarja.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline