Lihat ke Halaman Asli

AR. Sholikul HaDI

adalah sebuah abnalisa ekspresi Billie ekfish - poengamat sosial kemasyarakatan , tinggal di Pasti jawa Tengah

Menjunjung Nilai-nilai Keadilan Berkeadaban dan Kebijaksanaan dalam Presisi

Diperbarui: 3 Juli 2021   17:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

selalu Tajam Ke Bawah / kompas.id

AnalisNews.ID _ Opini_ ddf- Bagaimana sesungguhnya Konsep Masyarakat kita dikenal sangat menjunjung nilai kekeluargaan. Ramah, mudah peduli, suka berbagi dan tentu saja entitas keluarga kekeluargaan menjadi bagian penting dalam dinamika bermasyarakat. 

Diluar segi-segi baik itu, kita juga menemukan realita lain yang atas nama nilai kekeluargaan justru menimbulkan ketidakadilan bagi orang lain. Misalnya ketika ada kolega, kerabat, teman satu komunitas atau golongan melanggar hukum. Dalam situasi ini bagaimana prinsip kekeluargaan mesti dijalankan , Jika dalam prakteknya  Hukum selalu tajam Ke bawah dan  Tumpulke Atas 

 Dalam masyarakat kita sering menemukan sikap m dasar memaknai 'kekeluargaan' secara tidak etis, yaitu ketika ada seseorang yang bersalah, seolah seluruh keluarganya bersalah.  Misalnya ikut membeci anggota keluarga koruptor, padahal sangat mungkin anggota keluarga itu tidak tahu menahu tindakan korupsi itu, buktinya tidak ikut diperiksa atau disidang. 

Terjadi juga perundungan terhadap anak dari orang tua pelaku tindakan  kriminal, padahal anak itu tidak bisa dikaitkan dengan tindakan orang tuanya. Ada juga  perempuan sebagai orang tua tunggal yang tidak sedikit pun merugikan kepentingan masyarakat, tetapi martabatnya direndahkan karena berbeda dalam menghayati makna keluarga.

Mengapa muncul sikao tidak etis seperti ini ? Kemungkinannya adalah lupa bahwa orang tidak dapat bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan oleh orang lain.

Sebaliknya ada juga dalam masyarakat kita, ketika adalah Orang kuat  berperilaku  aneh dan kriminal dan  pelaku kejahatan menjadi  bagian dari kelompoknya, kolega atau sanak karib kerabat dekatnya, maka kesalahan atau kejahatan ituakan  ditutup-tutupi  habis habisan bahkan dengan memberangus keadilan itu Bila Perlu , bahkan serangan balik berupa kriminalisasi Pun dilancarakan , sehingga  tidak Jarang rekayasa pun dilakukan  memutar balik fakta sehingga Korban atau pelapor  justru dijadikan Tersangka , Mekanisme  Birokrasi semacam apa dan Pemerintahan yang bagaimana Jika berbagai pembelaan dan orang yang mengkritik akan diserang  dengan cara membabi buta . (Ini dulu sudah  jamak terjadi sebelum reformasi 98. 

Praktik KKN  nepotisme , Suap Koncoisme , dan Korupsi  terselubung sangat menjamur, membuat masyarakat apatis dan banyak yang tidak lagi peduli dengan prinsip-prinsip  Hukum ,  karena ada anggapan kalau toh kalau saudara atau orang dekat pejabat atau pengusaha atau tokoh masyarakat, pelanggaran apa pun yang dilakukan akan tetap aman dari jeratan hukum. Praktik seperti ini tentu merusak tatanan masyarakat karena menciptakan ketidakadilan di mana-mana). 

Situasi yang masih rumit hingga saat ini adalah ketika ada kasus yang melibatkan lembaga keagamaan. Korupsi, pelecehan seksual atau kekerasan fisik di lingkungan ini, biasanya menanganan hukumnya lebih berbelit, selalu asa pihak yang demi menjaga nama baik menutupi kesalalah dengan berbagai pembelaan. Padahal tidak mungkin nama baik diusahakan dengan menutupi kebusukan, karena kebusukan menyebarkan bau. Kalau itu koreng, semakin ditutupi semakin busuk, justru makin bau dan bisa mematikan.

Lalu bagaimana bersikap adil saat ada kerabat yang bersalah. Tetap berpegang teguh pada prinsip kebenaran; ketika seseorang bersalah, siapa pun dia harus bertanggung jawab. Ketika asmda anak tokoh atau pejabat melakukan tindakan kekerasan, salah ya tetap salah tidak dapat disogok rupiah demi melepaskan diri dari jeratan hukum.  

Adalah salah besar bila ada ayah atau ibu korupsi anak dikucilkan. Sama juga bila pelaku kesalahan adalah anak (yang sudah dewasa), orang tua dan kerabat dekat tidak dapat dianggap ikut menanggung atas kesalahan itu dan karenanya si anak sebaiknya didik dengan cara dituntun untuk bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan. Bila berhadapkan dengan hukum, perlu dituntun untuk kooperatif dengan petugas.

Orang tua atau kerabat tentu kecewa, mungkin sedih, malu. Menutupi kesalahan demi menjaga nama baik,  justru semakin membuat anak tidak dapat memahami dan membedakan salah dan  benar. Alih-alih nama baik terlindungi, justru makin memalukan bila orang tua tidak menunjukan teladan berpegang pada prinsip-prinsip kebenaran, karena menutupi kesalahan adalah tindakan yang merusak tatanan masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline