Lihat ke Halaman Asli

Merdeka! Merdeka! Merdeka?

Diperbarui: 15 Agustus 2017   13:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: was-was.com

     Tulisan ini dimulai dari sebuah puisi heroik yang ditulis Chairil Anwar, "Karawang Bekasi". Puisi yang ditulis oleh penyair Angkatan `45  ini di hari-hari bersejarah buat negeri ini sering dibacakan dan juga sering dijadikan bahan perlombaan baca puisi atau deklamasi, baik di tingkat pendidikan menengah maupun tinggi. Bahkan, tidak sedikit di kalangan masyarakat umum juga menjadikan puisi ini sebagai bahan perlombaan baca puisi atau deklamasi. Memang, isi puisi ini bagi kita benar-benar membangkitkan semangat `45 yang tidak kunjung padam. Agar benar-benar kita bisa meresapi isinya, coba kita simak puisi berikut ini:  KARAWANG BEKASI

Puisi Karawang Bekasi boleh dikatakan sebuah puisi fenomenal yang monumental. Meskipun kata sebagian sastrawan diduga merupakan puisi saduran, isinya luar biasa. Kita bisa membayangkan boleh jadi sang penyair, Chairil Anwar, ketika menulis puisi ini benar-benar disertai dengan semangat heroik yang tinggi sehingga melahirkan puisi yang tidak pernah bosan-bosannya untuk dibacakan atau dideklamasikan. Membaca puisi "Karawang Bekasi" kita seolah-olah dimotivasi oleh Chairil Anwar agar mempertahankan negara ini dari cengkeraman tangan-tangan imprialis. Caranya, kita harus siap mengangkat senjata sampai tetes darah penghabisan. Oleh karena itu, tidak ada kata menyerah untuk melawan penjajah yang telah mencengkeramkan kuku-kuku imprialisme-kolonialismenya selama lebih dari 350 tahun.

Ketika puisi ini ditulis usia Chairil Anwar masih sangat muda, baru 26 tahun. Tetapi, dalam usia semuda itu, coba perhatikan isi yang terkandung dalam puisi di atas. Bait pertama puisi "Karawang Bekasi" dimulai dengan sebuah pernyataan `Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi/Tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi`. 

Ini sebuah pernyataan bahwa para pejuang yang berada di Karawang Bekasi telah menjadi korban ketika berhadapan dengan penjajah Belanda yang ingin merebut kembali negara ini. Mereka sudah tidak mampu lagi teriak `merdeka!` dan mengangkat senjata. Mereka yang mengangkat senjata adalah pejuang-pejuang muda. Berbekalkan semangat juang yang tinggi, dengan senjata apa adanya, mereka melawan penjajah Belanda. Buat mereka, para pejuang muda, hilangnya 4-5 ribu nyawa tidak ada artinya. Bahkan, mereka mengatakan kalau `kerja belum selesai, belum apa-apa` meskipun mereka telah menjadi `tulang-tulang berserakan` atau `tulang-tulang yang diliputi debu`.     

Meskipun telah tiada, mereka minta agar dikenang perjuangannya. Mereka juga berpesan pada bangsa ini agar meneruskan perjuangan mereka. Selain itu, mereka juga berpesan agar menjaga tokoh-tokoh perjuangan yang menjadi tokoh-tokoh proklamator negara ini, yaitu Bung Karno, Bung Hatta, dan Bung Syahrir karena berkat jasa mereka negara ini bisa merdeka dari penjajahan. Dengan demikian, mereka adalah pejuang-pejuang yang tulus, yang tidak minta imbalan (tanpa pamrih) dari manapun. 

Mereka hanya minta agar kita yang masih hidup yang sampai saat ini telah menikmati sebuah kemerdekaan tetap mengenang jasa-jasa mereka yang terbaring ribuan pejuang di Karawang Bekasi. Jadi, puisi ini sekali lagi mencoba menggambarkan insan-insan muda yang rela mati demi perjuangan kemerdekaan. Chairil juga meminta kesadaran kita agar generasi penerus bangsa ini melanjutkan perjuangan walaupun negara ini telah benar-benar merdeka.         

gambar-kata.com

Merdeka!

Negara yang baru merdeka sama seperti anak bayi yang baru lahir. Ada sebuah proses yang harus dijalankan. Ada banyak rintangan yang harus dihadapi. Lihat saja seorang anak yang baru lahir, tidak mungkin dia bisa langsung berdiri dan berjalan. Dia perlu proses, perlu tahapan, perlu jatuh bangun untuk bisa berdiri dan berjalan. Ketika berjalan pun harus tertatih-tatih. Lama kelamaan baru semuanya bisa berjalan lancar. Begitu pun yang terjadi pada negara kita. Di masa-masa awal negara ini baru merdeka masih banyak menghadapi tantangan. 

Tantangan terutama datang dari Britania Raya (Inggris) dengan alasan mau melucuti tentara-tentara Jepang tapi di balik misi itu mereka ingin mengembalikan penjajahan pada Belanda yang kala itu juga turut membonceng tentara-tentara Inggris. Rupanya, Belanda masih ada keinginan menancapkan kuku-kuku imprealisme-kolonialismenya di negeri ini. Mau tidak mau kehadiran mereka yang tidak dikehendaki oleh anak bangsa ini mengundang berbagai pertempuran. Terjadilah pertempuran yang cukup besar di Surabaya. Pertempuran yang setidaknya menewaskan 6.000 -- 16.000 pejuang dan 200.000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya telah menggerakkan berbagai perlawanan rakyat di Indonesia (sumber).  

Masih ingatkah pertempuran di Surabaya yang kemudian dikenal peristiwa itu dengan gugurnya banyak pejuang sehingga setiap tahun diperingati sebagai Hari Pahlawan? Siapakah tokoh pertempuran di Surabaya yang berhasil membakar semangat `arek-arek Suroboyo? Siapa lagi kalau bukan Bung Tomo yang dengan gagah beraninya berpidato membakar semangat `arek-arek Suroboyo`. Semboyan Bung Tomo `merdeka atau mati` telah membikin para pejuang waktu itu tidak gentar menghadapi tentara Belanda yang bersekutu dengan Inggris. 

Bung Tomo di Surabaya merupakan salah seorang pemimpin revolusioner yang membakar semangat pejuang melawan tentara-tentara Britania Raya yang bersenjata lebih canggih daripada pejuang-pejuang kita. Jika Chairil Anwar, sebagai sastrawan Angkatan`45,  lewat puisi-puisinya berhasil menggedor insan-insan muda untuk mengangkat senjata melawan penjajahan, Bung Tomo lewat pidatonya yang berapi-api berhasil membakar semangat pejuang-pejuang muda melawan agresor Britania Raya dan Belanda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline