Dulu ku pikir Mr. Kulkas teman SMA yang dingin sedingin es adalah cinta pertamaku. Ya dia pria yang menjadi inspirasi semua puisiku hampir selama 3 tahun. Tapi saat itu aku tak pernah berniat memilikinya. Bagiku, menyukainya biarlah hanya sebatas fans pada idolanya. Walaupun pada akhirnya aku berani mengatakan bahwa aku pernah menyukainya, itupun kulakukan setelah kami terpisah jauh. Dan pada akhirnya kuanggap dia hanya cinta monyet yang tak sampai.
Lalu sempat juga kupikir Kak Iby adalah cinta pertamaku. Iby, pria yng kukagumi sejak aku masih kecil, yang saat kulihat punggungnya saja sudah membuatku bahagia. Menjadi pengagumnya untuk waktu yang panjang pada akhirnya terbalas ketika suatu hari dia mengajakku mengobrol lewat media social. Walau dia begitu maya, bagiku dia tetap saja nyata. Iby, pria yang selama 1 tahun menjadi inspirasi semua tulisanku, cerita maupun puisiku. Pria yang membuatku tersenyum sekaligus menangis. Ternyata dia bukan cinta yang ditakdirkan untukku, takdirnya adalah untuk dia yang menunggunya dengan begitu sabar dalam semua keterbatasannya.
Lalu dia hadir, dia si pria ketiga, orang yang pertama kali mengajariku bagaimana belajar mencintai. Ya, dia datang dalam hidupku bukan sebagai cinta. Dia hanya pria biasa yang tadinya tak pernah ada niatku untuk mencintainya. Namun seiring berlalu, waktu jualah yang mengajariku bahwa mencintainya bukan hal yang salah. Tragisnya, aku harus melepasnya ketika pada akhrinya aku bisa mencintainya. Sedih? Iya, sangat. Bahkan untuk melepasnya butuh waktu yang lama, untuk bisa melihatnya berjalan beriringan dengan wanita lain membutuhkan kekuatan yang super. Tapi pada akhirnya dia yang belajar kucintai masih saja aku cintai hanya saja sebagai kakak, tak akan lebih dari itu.
Apakah dia cinta pertama dan sejatiku? Dia bukan orang asing bagiku. Pertama kali melihatnya sewaktu aku berada di tingkat 1 dan dia kakak tingkatku. Rasanya kami pernah bertemu sebelumnya, entah dimana aku tak pernah tahu. Dia kakak tingkat yang baik, pintar, ramah dan cute. Sejak pertama bertemu dengannya aku mengidolakannya, aku menyebutnya Kakak Idola. Aku begitu mengaguminya, bahkan jika dia mengirim pesan singkat di Hari Raya saja aku bisa teriak histeris saking senangnya.
Pada suatu ketika aku melihatnya dekat dengan seorang wanita, teman sekelasnya. Saat itu aku hanya tersenyum dan rasanya biasa saja. Aku berpikir, bukankah idola punya pacar hal yang biasa saja, sebagai fans yang baik aku mendukung apapun yang membuatnya selalu tersenyum. Kehilangan senyumnya itu baru namanya petaka.
Pada saat itu pria ketiga datang di hidupku. Akhirnya kami sibuk dengan dunia kami masing-masing. Pada akhir-akhir kelulusannya aku tak lagi melihatnya dengan teman wanitanya itu, entahlah apa yang terjadi, aku tak terlalu mengikuti perkembangannya lagi. Hingga pada suatu hari kami bertemu saat dia bersama teman-teman sekelasnya. Salah satu temannya menanyaiku tentang hubunganku dengan pria ketiga. Entah aku salah dengar atau tidak saat itu dia berkata mengapa aku tidak menunggunya. Aku terdiam, campuran antara bingung apa maksudnya dan GR (hahahahaha, ya iya lah kan aku masih fansnya kakak idola).
Karma tak pernah salah alamat, itu kata seorang kawan. Mungkin memang ada karma yang mempertemukan aku dan kakak idola di tempat yang sama. Tak lama setelah aku berpisah dengan pria ketiga, dia datang menawarkan bahunya untuk bersandar. Aku, fans sejati kakak idola tak mau menyia-nyiakan kesempatan langka ini. Bukanlah kata orang pria baik tak akan datang lebih dari sekali di hidupmu? Maka pria baik sepertinya tak akan kusia-siakan kehadirannya.
Namun, bahkan cinta fans pada idolanya tak selalu semulus yang dibayangkan. Di tahun pertama kami bersama, banyak sekali konflik yang terjadi, aku dengan perasaan yang masih terbelenggu masa lalu, dia dengan segala kecuekannya pada wanita, komunikasi yang sulit pun menjadi hal yang membuat kami sering tak sejalan. Pernah suatu hari aku berpikir, mungkin cinta fans pada idola hanya sebatas fairy tale, kisah dongeng semata, sulit diaplikasikan di dunia nyata. Bahkan aku sempat mengutarakan keinginan untuk berpisah saja. Beruntungnya saat itu seorang sahabat kesayangan memberiku saran, jika aku melepas kakak idola saat itu, maka aku tak akan lagi mendapat pria baik nan cuek sperti dia esok hari. Jika esok hari aku menyesal, aku tak akan lagi bisa memintanya kembali.
Karena nasihat super melebihi nasihatnya Om MT super dari sahabat kesayangan, aku memutuskan untuk menerima semua kecuekannya, dan belajar melepas masa lalu. And this is not a bad choice. Sampai hari ini, 34 bulan kebersamaan kami, kami tak pernah kehilangan senyum. Dia kakak idola yang membuatku menjadi diriku sendiri, membuatku berani mengambil keputusan, berani menyuarakan pendapat dengan lebih bijaksana. Dia lelaki yang cintanya tak terbatas dengan segala keterbatasannya. I think I love Him more than before, more than every single man in the word.
Jadi kakak idola adalah cinta sejatiku? Aku pikir juga demikian selama ini. Tapi beberapa hari ini pikiranku berubah. Bukan, bukan dia cinta sejati, bukan mereka pria cinta pertama dalam hidupku. Lalu siapa pria itu???? Mungkin jawabanku akan menjadi jawaban yang kalian setujui, nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H