Lihat ke Halaman Asli

Ambivalensi Tokoh Indonesia dan Belanda dalam Novel Sang Raja Karya Iksaka Banu: Kajian Poskolonial

Diperbarui: 21 September 2024   00:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

OLEH : YOANDA SUASTANTI

Novel Sang Raja karya Iksaka Banu merupakan novel yang menggambarkan peristiwa kolonialisme, sehingga pada tokoh-tokoh baik Indonesia maupun Belanda dalam novel Sang Raja mengalami ambivalensi. Adanya kedudukan penjajah dan terjajah membuat tokoh-tokoh tersebut mengalami kebingungan dalam merumuskan identitasnya.

Iksaka Banu juga merupakan sastrawan yang banyak menulis cerita berlatar sejarah kolonial. Iksaka Banu mampu mengangkat sejarah kedalam sebuah novel dengan sangat baik hingga menghasilkan karya sastra yang menarik dan reliabel sehingga banyak yang tertarik untuk menganailisis karya-karya Iksaka Banu.

Karya sastra tidak hanya menggambarkan budaya masyarakat, namun juga menciptakan budaya melalui pengalaman pengarang seperti yang dikutip oleh Luxemurg dkk (dalam Wiyatmi, 2009) yang mengemukakan beberapa ciri sastra, salah satunya ialah sastra adalah sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan pertama-tama sebuah imitasi.

Seorang sastrawan menciptakan dunia baru, meneruskan proses penciptaan di dalam semesta alam, bahkan menyempurnakannya. Sejalan dengan itu, novel Sang Raja karya Iksaka Banu merupakan sebuah karya sastra yang bukan hanya sebuah imitasi, dan kreasi saja, lebih dari itu bahasa yang estetis juga dikombinasikan dengan nilai ilmiah.

Iksaka Banu melakukan riset tentang kehidupan Nitisemito dan memerlukan waktu untuk mencari artikel dan berita yang menceritakan kehidupan Sang Raja Kretek dengan mencari koran-koran zaman kolonial Belanda. Selanjutnya Iksaka Banu menyambungkan fiksi dan kehidupan Nitisemito dengan fakta sejarah Indonesia.

Indonesia merupakan negara poskolonial karena menjadi bekas jajahan Eropa, kesusastraan Indonesia pun dipengaruhi oleh Eropa. Menurut Bandel (Bandel, 2013) poskolonialisme adalah usaha untuk memahami realitas masa kini dengan berfokus pada relasi kekuasaan global dan sejarahnya. Poskolonial adalah cara berpikir yang mampu membuka kesadaran terhadap penindasan.

Dalam novel Sang Raja Karya Iksaka Banu, relasi budaya antara Belanda sebagai penjajah (superior) serta Indonesia sebagai terjajah (inferior) bukan melahirkan suatu kekuatan yang setara. Relasi antara superior dan inferior ini akhirnya memunculkan bias-bias identitas dari Belanda dan Indonesia yang menjadikannya ambivalen.

Sejalan dengan itu, novel Sang Raja karya Iksaka Banu penting untuk dikaji karena dalam novel Sang Raja menggambarkan dan mendekonstruksi bagaimana relasi yang terjadi antara Belanda dan Indonesia. Belanda yang pada awalnya digambarkan dengan dominasi kekuasaan melalui kekerasan seperti kerja rodi dan lainnya, novel Sang Raja ini mendekonstruksi gambaran Belanda yang mendominasi Indonesia dengan hegemoni. Di dalam novel Sang Raja pula Indonesia menggambarkan Belanda saat ini tidaklah sehitam-putih dahulu, tetapi secara halus, hanya ada dalam pikiran-pikiran.

Teori poskolonial sendiri berposisi sebagai cara pandang dalam melihat beberapa kasus seperti subaltern, negara bangsa, menyelidiki masa lalu, relasi antara penjajah dan terjajah pada masa lalu juga pada masa kini. Menurut Spivak (Gandhi, 2007) subaltern adalah subjek yang tertekan, secara umum mereka berada ditingkat inferior.

Jika menelusuri adanya teori poskolonial, Indonesia sebagai negara yang ratusan tahun dijajah, tentu tidak akan lepas dari persoalan- persoalan kolonial sehingga terjadinya ambivalensi bukan hanya budaya saja, tetapi identitas di Indonesia juga menjadi ambivalen. Salah satunya adalah karya sastra sebagai produk budaya itu sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline