Lihat ke Halaman Asli

Ekonomi Indonesia dalam Perspektif Aswaja

Diperbarui: 18 Juli 2022   15:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Soeharto  dan Gus Dur (Gambar Kompas.com)

 Aswaja Sebagai Metode

              Ahlusunnah Waljamaah atau disingkat Aswaja merupakan aliran pemikiran dalam Islam terutama berkaitan dengan akidah, fiqih dan tasawuf. Islam kala itu terpecah menjadi beberapa golongan, ada golongan rasionalis dan juga ada golongan tradisonal, ada golongan liberalis dan ada juga golongan fundamentalis. Akibat dari perbedaan aliran pemikiran tersebut kemudian munculah beberapa golongan yang kita kenal sebagai Qodariyah, Jabariyah, Mu'tazilah, Khawarij, Murji'ah dan masih banyak lagi.

            Aswaja lahir dari  banyaknya pemikiran tersebut, terutama dari aliran pemikiran golongan Mu'tazilah yang terlalu mengedepankan akal, sehingga segala sesuatu diserahkan kepada Allah SWT, yang dalam hal ini kurang melibatkan akal atau pengetahuan manusia. Aswaja menurut saya adalah sintesis (kesimpulan) dari berbagai pemikiran tersebut, baik dalam akidah, fiqih maupun tasawuf. 

            Aswaja adalah golongan terbesar dari umat Islam yang mengaku sebagai pengikut dari Abul Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansyur Al-Maturidi dalam hal akidahnya. Hal ini seperti dituliskan oleh Syekh Murtadha Az-Zabidi dalam syarah kitab Ihya Ulumudin karya Imam Al-Ghozali. Ia mengatakan ketika diucapkan istilah Ahlusunnah Waljamaah, maka maksudnya adalah para pengikut Imam Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansyur Al-Maturidi. Sementara itu dalam fiqihnya, Aswaja bermazhab kepada empat iman yaitu Hanafi, Maliki, Hanbali dan Imam Syafi'i. Sedangkan dalam tasawufnya bermazhab kepada Imam Junaedi Al-Baghdadi dan Al-Ghozali. 

         Sebenarnya, perbedaan dalam akidah, fqih dan tasawuf tidaklah terlalu esensi, karena perbedaan itu adalah anugerah, tinggal bagaimana kita memaknai perbedaan tersebut. Selama kita bisa berdampingan, saling menghargai, dan tidak mengganggu satu sama lain perbedaan itu tidaklah menjadi masalah. Tapi memang tidak terbantahkan, karena perbedaan itu sendiri juga seringkali menjadi sumber penyebab konflik. Disinilah kita perlunya metode berpikir dan bertindak, yang alam Aswaja disebut Manhajul Fikr dan Harokah.

          Nursayid Santoso Kristeva dalam bukunya Materi Kaderisasi Awal PMII, mengungkapkan bahwa Manhajul Fikr dan Manhajul Harokah itu ada empat yaitu tawasuth (moderat),  tasamuh (toleran), tawazun (seimbang) dan taadul (adil). Keempat point ini adalah metode dalam berpikir maupun dalam berbuat, keduanya harus didasarkan pada prinsip-prinsip ini. Metode ini hingga saat ini menjadi dasar untuk menciptakan kehidupan yang selaras baik dalam kehidupan berbangsa maupun bernegara. Sebagai sebuah metode maka prinsip pemikiran ini bisa dijadikan epistemologi dalam menjawab berbagai persoalan termasuk persaolan ekonomi.

          Di Indonesia, ketika kita mendengar kata Aswaja maka pikiran kita langsung ke Nahdlatul Ulama (NU), kenapa? karena NU-lah yang secara konsisten mendakwahkan Aswaja bahkan dari sebelum kemerdekaan hingga sekarang. Meski demikian, timbul sebuah pertanyaan apakah hanya NU yang Aswaja,? Menurut saya tidak! karena NU hanyalah organisasi, atau alat bagi mereka yang saat itu memiliki satu pemikiran dan perjuangan. Namun, hingga saat ini NU masih tetap eksis, hal ini karena nilai-nilai seperti yang disebutkan diatas selalu relevan dalam setiap perkembangan zaman.  

           NU memang memiliki corak pemikiran dan perjungan yang unik, itulah karakter dari organisasi ini. Semua itu tidak terlepas dari nilai-nilai yang selalu didakwahkan oleh organisasi ini, salah satunya berkaitan dengan keislaman, kebangsaan dan keindonesiaan, yang secara garis besar mencintai negara adalah hubul wathon minal iman dan menjadikan Islam bukan milik golongan tertentu, tetapi dalam kaitannya sosial yaitu hubungan manusia dengan manusia (habluminannas), adalah agama yang membawa cinta damai (rahmatan lilalamin). 

          Selama ini ketika berbicara Aswaja tidak lepas dari perbincangan mengenai keagamaan. Padahal apabila Aswaja dijadikan sebuah metode, ia akan menjadi alat untuk membedah berbagai aspek kehidupan. Maka hal yang selanjutnya setelah memahami apa itu Aswaja kita juga perlu mempertanyakan bagimana ekonomi Indonesia dipandang dalam kacamata Aswaja. Nah, disini saya tidak akan membahas aswaja dalam ruang lingkup keagamaan seperti akidah, fiqih dan tasawuf, tetapi akan membahas Aswaja dan ekonomi. Saya ingin mengungkapkan sebuah sudut pandang  bahwa Aswaja tidak hanya dijadikan metode bagaimana menjalani kehidupan dalam beragama, tetapi Aswaja juga membentuk sebuah metode berfikir tentang konsep ekonomi dalam suatu negara.

           Aswaja sebagai Manhajul Fikr dan Manhajul Harokah, memang mempertegas dalam dalam bermazhab seperti dalam akidah, fiqih maupun tasawuf. Tetapi tidak terbatas dalam ruang lingkup keagamaan saja, melainkan juga termasuk dalam aspek ekonomi. Aswaja menurut saya perlu dipandang sebagai Manhaj atau metode, bukan sekedar bermazhab.  Manhaj artinya cara berpikir atau metode berpikir, sedangkan mazhab cukup mengikuti pada suatu aliran. Aswaja membeolahkan kita untuk berijtihad, yaitu melakukan pengalian terhadap hukum, meskipun  sebagain golongan menganggap bahwa pintu ijtihad telah ditutup (lihat sejarah dinamika hukum sosial dalam Islam soal masih dibuka dan ditutupnya pintu ijtihad).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline