Lihat ke Halaman Asli

Pembangunan Desa Belum Otonomi Penuh

Diperbarui: 13 Mei 2018   08:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (KOMPAS/ANASTASIA JOICE)

Kabar menggembirakan tahun 2014 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa akhirnya disahkan. Sebuah kado yang sangat indah untuk desa yang selama ini selalu terlupakan dari pengaruh kehidupan kota. Lewat UU Desa tersebut, secara utuh desa memiliki otonomi dalam menentukan arah pembangunan desa sekaligus memberikan kesempatan dalam menguatnya otonomi asli desa yang berbasis pada nilai sosial dan identitas kearifan lokal pedesaan. 

Namun realitasnya masih banyak kebijakn yang bersifat interventif menyebabkan desa dari segi otonomi masih sebatas harapan.

Orang desa perlu mengapresiasi kado akhir tahun yang diberikan oleh pemerintah dan DPR sebagai bagian dari percepatan pemerataan pembangunan yang selama ini men-anak tirikan orang desa karena pembangunan berfokus pada kota. Melalui Undang-Undang desa, maka pembangunan dapat terpusat di desa dalam skala yang lebih besar.

Apalagi regulasi dalam Undang-Undang Desa secara terang-terangan memuat  dua kewajiban yang sangat penting. Pertama, nilai alokasi Anggaran yang diperuntukkan ke desa nilainya sebesar 10 % dari dan diluar dana transfer daerah. Sederhananya jika Anggaran Belanja  Negara (APBN) Tahun 2018 mencapai 706,16 Triliun untuk transfer ke daerah, maka  alokasi anggaran desa untuk seluruh Indonesia harusnya bisa mencapai 70,616 Triliun ditambahkan dengan Rp 60 triliun untuk dana desa. Sayangnya dana transfer ke daerah belum juga sepenuhnya diimplemetasikan sesuai dengan amanah undang-undang desa.

Kedua, Selain bersumber dari APBN, desa ini memiliki potensi yang luar biasa yang bersumber dari desa itu sendiri. Sarjana dari desa lulusan perguruan tinggi tak perlu lagi beramai-ramai menuju atau tinggal di kota. Ayok kita kembali kedesa masing-masing untuk mulai membangun kampung sendiri dengan hal-hal sederhana, tetapi memiliki manfaat yang besar untuk pembangunan desa.

Pemuda pemudi desa sudah harus berpikir bagaimana membangun desa. Jika seorang sarjana pertanian, mulailah berfikir mengembangkan pertanian di kampung saudara. Jika lulusan ekonomi, berpikir membangun usaha produktif yang dapat memberdayakanu ekonomi desa lewat badan usaha milik desa (BUMDES) agar menyamai industri kota bahkan kalo bisa lebih berkembang. 

Para lulusan sekolah guru, mari mengajar di kampung halaman dan mulai memberikan pendidikan yang baik bagi anak-anak desa, demikian pula lulusan sarjana politik suda waktunya membangun tatanan politik yang sehat di Kampung kita masing-masing untuk mengurang kebiasaan-kebiasaan yang kurang bernilai.

Saat ini desa membutuhkan seseorang yang terdidik untuk berkembang walau pada sisi tertentu juga sudah waktunya orang kota untuk belajar dari pesona desa, tantangan kehidupan desa, dan  keaslian desa. Dengan demikian, mereka tidak memandang  desa sebagai objek eksploitasi, tetapi desa dijadikan sebagai sarana harmonisasi antara kehidupan kota dan kearifan desa.

Ekonomi Politik

Potensi besar yang dimiliki desa saat ini tidak cukup dengan dorongan kebijakan pemerintah pusat saja, akan tetapi menurut saya perlu ada penguatan pada tiga aspek, yaitu  kelembagaan, aktornya dan mekanisme pengawasan.

Pertama, aspek kelembagaan. Dalam aspek kelembagaan terletak adanya kehususan dari setiap bentuk desa, asal-usul, dan batasan otoritas adat istiadat ialah celah besar, karena pada titik tertentu berpotensi kembali menjadi persoalan jika tidak diantisipasi sejak dini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline