Lihat ke Halaman Asli

Jangan ada Politik Transaksional di Pilgub Sumut!

Diperbarui: 29 September 2017   19:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Dokpri

Kepemimpinan, apapun bentuknya adalah amanah. Bukan permasalahan 'kursi empuk' dengan gelimang harta. Karena di pundak pemimpin adalah tanggung jawab yang besar kepada masyarakat yang dipimpin, dan juga menjadi tanggung jawab kepada Tuhan. Amanah inilah yang kelak dimintai pertanggungjawabannya oleh Tuhan. Maka paradigma kita terhadap kepemimpinan haruslah benar. Jika tidak, kepemimpinan akan dipandang sebagai 'lahan basah' tempat para pemimpin untuk memanfaatkan kekuasaan dan berujung pada kepentingan finansial. Dengan pola fikir semacam ini, akan menjadikan dan menyuburkan pola politik transaksional dan pada gilirannya akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang 'profit oriented', dan ujung-ujungnya akan berpotensi menggasak kekayaan negara. Menyedihkan!

Mungkin banyak yang bertanya, mengapa saya begitu percaya diri untuk tampil di panggung PilgubSu (Pemilihan Gubernur Sumatera Utara)?. Bukankah sesuatu yang berat? Karena mungkin banyak orang yang menganggap bahwa menjadi Calon Gubernur adalah berat di modal finansial. Sah-sah saja orang bertanya demikian. Begitu banyaknya Kepala Daerah yang maju karena money oriented dengan pola politik transaksional yang pada akhirnya terbukti tertangkap tangan oleh KPK.  Atas dasar keprihatinan yang dalam itulah, maka saya memberanikan diri untuk maju sebagai Bakal Calon Gubernur Sumatera Utara.  Keberanian ini dikuatkan oleh keterpanggilan saya karena semata-mata untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).  Jawaban saya mungkin tidak bisa menyenangkan semua orang, walau  saya berharap masyarakat mengapresiasi harapan saya ini.  

Jiwa dan raga saya sumbangkan untuk negara ini, walau tentu tidak mudah juga.  Bisa saja orang menganggap bahwa tidak mungkin seseorang bisa sukses di  panggung politik dengan tidak bergantung uang. Lalu siapa yang akan memulainya bila bukan kita sendiri sebagai anak bangsa? Saya sepakat dengan pola fikir bahwa kepemimpinan adalah amanah dan pengabdian. Jika pola ini bisa terwujud, maka fokus kinerja saya adalah berjalannya program kerja saya dengan baik. Program yang mensejahterakan masyarakat, baik secara ekonomi, pendidikan dan juga kesehatan.   Sehingga tidak dibayang-bayangi oleh politik balas budi. Karena proses politik berjalan dengan jujur, fair(terbuka), dan adil.

Dengan banyaknya Kepala Daerah yang tertangkap oleh KPK menjadikan saya tertantang ingin menjadi pemimpin yang amanah, dan bukan sebaliknya. Semangat saya dalam berpolitik adalah untuk mengubah budaya kita dalam Pilgubsu dengan cara yang lebih bersih,  cerdas dan  mendidik.  Mari kita sudahi pola politik transaksional, karena budaya ini akan terus  menjerat Kepala Daerah di seluruh tanah air.  Saatnya kita semua untuk sadar dan kembali ke fitrah sebagaimana politik yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyat dan pemimpin yang dapat mewujudkan kinerja sesuai amanah. 

Telah terbukti lama bahwa pola politik transaksional akan menjerumuskan bangsa pada pola kepemimpinan yang tidak sehat dan korup. Dan jika ini terjadi di Sumut, bagi saya hanya ada satu kata; LAWAN! *** 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline