Sejak akhir abad kesembilan belas, konsep dakwah telah muncul kembali sebagai sentral dalam formulasi Islam. Dakwah semakin dikaitkan dengan kegiatan yang penting secara sosial, seperti edifikasi (pembangunan moral), edukasi, konversi (perubahan), dan karitas. Walau bagaimanapun, istilah ini juga merujuk kepada al-Quran dan sejarah Islam normatif. Berkat kombinasi ini, dakwah telah menjadi alat fungsional dalam menghadapi tantangan modernitas.
Dakwah terkadang disamakan dengan gagasan Kristen tentang misi dan evangelisasi. Muslim sendiri sangat berhati-hati terhadap perbandingan itu, karena hal seperti itu cenderung mengabaikan variasi dan spesifisitas sosial-politik dakwah. Istilah "dakwah" telah dikonseptualisasikan, diinstitusionalkan, dan diterapkan untuk tujuan yang berbeda sepanjang sejarah.
Selain itu, upaya Muslim untuk mengkonversi non-Muslim ke Islam sering dipahami dalam istilah lain selain dakwah. Misalnya, usaha memperkenalkan pesan-pesan Islam oleh kalangan sufi dan mobilisasi perekrutan yang signifikan, yang secara historis sebagian besar tampaknya tidak tertarik pada terminologi dakwah.
Berikut penjelasan dinamika dakwah dari masa ke masa yang disadur dari Encyclopedia of Islam and the Muslim World.
Kata dakwah berasal dari akar konsonan Arab, d-'a-w, dengan beberapa makna, seperti panggilan, mengajak, mengundang, meyakinkan, berdoa, memanggil, memberkati, menuntut, dan mencapai. Oleh karena itu, kata dakwah juga memiliki sejumlah konotasi.
Secara teologis, dakwah mengacu pada panggilan Allah kepada Islam, yang disampaikan oleh para nabi: "Tuhan memanggil ke tempat tinggal perdamaian" (10:25). Seperti nabi-nabi sebelumnya, Muhammad disebut sebagai "Da'i Allah" (Panggilan Allah atau Pengundang Allah) (46:31).
Panggilan Allah harus dibedakan dari dakwah setan yang palsu (14:22). Sebaliknya, dakwah mengacu pada panggilan manusia yang diarahkan kepada Allah dalam shalat atau doa. "Sesungguhnya Allah adalah satu-satunya yang menjawab doa-doa yang diarahkan kepada-Nya, sedangkan shalat orang-orang kafir itu sia-sia."
Dakwah manusia adalah jawaban yang afirmatif terhadap Dakwah Allah. Ia tidak boleh dikelirukan dengan salat, doa ritual. Ketika mengacu pada doa atau panggilan manusia, al-Qur'an tidak membedakan antara dakwah dan doa, bentuk terkait dari akar konsonan yang sama. Namun, selama sejarah teologis, istilah doa berevolusi menjadi konsep teknis tertentu, yang dihapus dan diatur dalam karya-karya hikmah dan praktik ibadah, terutama dalam buku-buku doa.
Selain mengkonfirmasi panggilan Allah dalam doa, umat manusia dipanggil untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah: "Maka hendaklah ada satu bangsa di antara kamu yang memanggil yang baik, yang memerintahkan yang benar, yang melarang yang jahat" (3:104). Dengan demikian dakwah sangat erat kaitannya dengan Syariah, Hukum Suci.
Seperti yang diilustrasikan dalam ayat 3:104, dakwah juga memiliki dimensi sosial dalam al-Qur'an. Komunitas orang-orang beriman, ummat, yang telah menerima undangan, akan menyampaikan pesan kepada orang lain. Al-Qur'an bermaksud: "Panggilah orang-orang kepada jalan Tuhan dengan kebaikan dan peringatan yang benar, dan berdebatlah dengan mereka dengan sebaik-baiknya" (16:125).
Ayat ini, pada gilirannya, sering dikaitkan dengan ayat: "Jangan ada paksaan dalam agama" (2:256). Akhirnya, ada dimensi eskatologis dari dakwah. Di akhir zaman, Allah akan memanggil manusia dari kubur mereka: "Ketika Dia memanggil kamu dengan satu panggilan dari bumi, lihatlah, kamu muncul segera" (30:25).