Lihat ke Halaman Asli

Kebangkitan Tiongkok dan Pergeseran Kekuasaan di Asia Tenggara

Diperbarui: 26 Januari 2019   02:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Proses panjang 40 tahun setelah reformasi, membuat Tiongkok menjadi great power yang diperhitungkan secara ekonomi maupun politik, baik di tingkat Asia maupun global. Ketrampilan Pemerintahan Tiongkok dalam "meramu" kebijakan ekonomi-politik, nampaknya menantang persepsi publik global bahwa Komunisme telah kehilangan konteks dalam politik global kontemporer. Kebangkitan China, memaksa masyarakat dunia untuk merevisi persepsi tentang Komunisme. Sejarah menunjukkan dengan sangat terang bahwa hari ini Tiongkok merupakan kekuatan ekonomi dan politik dunia yang proses kemunculannya sulit (bila enggan mengatakan: mustahil) untuk dibendung.

Di sisi lain, Asia Tenggara, tetangga geografis di sisi selatan negeri "Tirai Bambu," merupakan kawasan yang sedang berkembang. Dinamika politik internasional di kawasan ini, tidak bisa dilepaskan dari konteks yang lebih luas yaitu kebangkitan "Sang Naga." Arah, proses, tantangan dan pernak pernik lain terkait dinamika struktur kekuasaan di Asia Tenggara penting untuk dipahami terutama terkait dengan upaya membangun masa depan kawasan. Tulisan mini ini bermaksud menjawab pertanyaan, apa implikasi politik kebangkitan Tiongkok terhadap struktur kekuasaan di Asia Tenggara?

Implikasi politik Kebangkitan Tiongkok?

Ditilik dari sudut sejarah, China modern (RRC) sebagai unit kekuasaan, sejatinya memiliki akar sejarah yang sangat panjang. Dinasti-dinasti China yang muncul dan tumbang dalam bentang ribuan tahun mewariskan diskursus identitas China sebagai "the middle kingdom" (zhong guo) yang kokoh, sehingga bentuk Negara republik yang dipilih sebagai perwujudan China saat ini memiliki "ruh" identitas yang panjang melintasi zaman.

Menariknya kebanggaan sebagai bangsa China, diterjemahkan dengan sangat kreatif dan kontekstual dalam seting dunia yang selama ini (setidaknya dalam 300 tahun terakhir) telah dibentuk oleh barat (Eropa dan Amerika). Salah satu produk kreatif orisinilnya barangkali adalah kombinasi ideologi politik Komunisme dan kebijakan ekonomi Kapitalis. Sulit disangkal, kebijakan out of the box (di zamannya) beserta warisan kebesaran sejarah, memiliki pengaruh yang tidak sedikit dalam proses pembentukan China modern.      

Selain, faktor sejarah dan kecerdikan dalam formulasi kebijakan tersebut, kebangkitan China, turut dibentuk oleh populasinya yang selain secara kuantitas merupakan terbesar di dunia, dengan jumlah lebih dari 1,3 milyar, namun juga kultur dagang yang mapan yang diwariskan secara turun temurun. Serta distribusi diaspora yang meluas di seluruh benua. Keberadaan etnis China di manca Negara dalam perkembangannya turut berperan dalam mewarnai dinamika kebangkitan China. Peran yang lazim dijalankan oleh dispora, selain mempromosikan budaya China (salah satunya melalui fenomena China Town [di Indonesia dikenal dengan sebutan "Pecinan"]), yang paling kasat mata adalah peran ekonomi.

Perluasan pasar aneka produk dan jasa China di luar negeri, gelombang investasi baik yang menuju (inward) maupun keluar (outward) China, hingga proses kontruksi "rantai nilai" yang dibangun di daerah-daerah diaspora merupakan "kepingan-kepingan" aktivitas sosial, budaya, ekonomi dan politik yang menyusun puzzle kebangkitan Tiongkok setelah dipantik oleh serangkaian kebijakan strategis China, seperti the Belth and Road Initiative.    

Salah satu implikasi politik dari kebangkitan "Sang Naga" bagi Asia Tenggara adalah pergeseran struktur kekuasaan di kawasan ini. Paska keruntuhan Uni Soviet (1989), Amerika menjadi satu-satunya great power yang tersisa di dunia. Eropa sebagai benua di mana Negara-negara kuat berada, masih berjuang untuk bangkit dari kehancuran akibat Perang Dunia II, sementara China, waktu itu, masih jauh dari menjadi kekuatan yang diperhitungkan. Seting global tersebut memposisikan Amerika dengan sendirinya sebagai kekuatan Super Power, tak terkecali di Asia Tenggara. Terlebih lagi, persekutuannya dengan Jepang yang sedang gencar-gencarnya membangun investasi di Asia Tenggara, membuat Paman Sam memiliki mitra yang sangat bisa dihandalkan dalam melanggengkan hegemoni di kawasan tersebut.

Bagi Jepang Asia tenggara merupakan pasar subur bagi aneka produk elektronik dan otomotifnya. Jepang telah berhasil dengan sangat sukses membangun citranya di hadapan publik Asia Tenggara melalui diplomasi budaya. Sehingga persepsi bangsa Asia Tenggara terhadap Jepang, sebagai bangsa penjajah telah berubah. Di mata publik di kawasan ini Jepang merupakan Negara maju dan produsen berbagai merek ternama otomotif. Sentralnya posisi Jepang dalam perekonomian Asia Tenggara tak dapat disangkal "tali-temali" dengan   hegemoni Amerika di kawasan ini.

Pada perkembangannya, jatuhnya mata uang Bath Thailand yang memicu gelombang Krisis moneter 1997 telah menjadi tonggak penting bagi pergeseran struktur kekuasaan Asia Tenggara yang waktu itu masih berada dalam dominasi AS. Krisis moniter membuat Negara-negara di kawasan ini mengalami kesulitan ekonomi luar biasa. Di Indonesia bahkan, krisis telah memicu Reformasi. Namun demikian krisis nampaknya memunculkan peluang bagi kerjasama ASEAN-China yang lebih dalam. Bagi China, krisis menjadi pintu masuk investasi yang lebih luas, sementara di mata Negara-negara kawasan ini, investasi China dipandang  sebagai berkah.

ASEAN plus 3---kerjasama multilateral yang disepakati pada tahun 1997, di mana China merupakan salah satu Negara yang terlibat (di luar ASEAN) bersama Korea Selatan dan Jepang---merupakan perwujudan konkrit dari kerjasama ASEAN-China. Sementara kerjasama selanjutnya yang lebih sepesifik (merujuk pada keterlibatan kedua belah pihak) adalah ACFTA (ASEAN-China Free Trade Agreement) yang diteken pada 2002. Singkatnya China dalam setidaknya 9 tahun terakhir selalu masuk ke dalam top 10 partner dagang ASEAN, selain top 10 sumber investasi ASEAN. Terdapat dua peristiwa penting yang menunjukkan pergeseran kekuasaan di kawasan Asia Tenggara sebagai implikasi kebangkitan Tiongkok.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline