Pemerintahan Xi Jinping yang mulai berkuasa sejak Maret 2013 terus meluncurkan strategi baru untuk membawa China menjadi negara adidaya. Setelah proyek Belt and Road Initiative yang diluncurkan pada 2013, China kembali mengeluarkan strategi baru yaitu Made in China 2025.
Strategi tersebut sebetulnya diumumkan secara resmi pada Mei 2015, dan saat ini kembali diperbincangkan oleh pengamat ekonomi China setelah Presiden Trump mulai menerapkan pembatasan terhadap investasi China di industri teknologi Amerika Serikat yang mulai berlaku November lalu. Dan diduga pembatasan itu berkaitan dengan ketakutan Presiden Trump terhadap strategi tersebut.
Made in China 2025 adalah strategi China untuk menghilangkan ketergantungan China terhadap teknologi asing dan mengangkat industri hi-tech China selevel dengan Barat hingga mampu menjadi market leader dalam industri teknologi global. Strategi ini terinspirasi oleh strategi industri 4.0 Jerman yang bertujuan untuk meningkatkan industri dengan penggunaan hi-tech yang dapat menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam produktivitas, efisiensi dan ketepatan.
Terdapat sepuluh jenis industri manufaktur teknologi yang ingin dikembangkan China melalui strategi ini, diantaranya adalah industri teknologi informasi canggih termasuk artifial intellegence hingga quantum computing, industri peralatan mesin otomatis dan robotika, industri aerospace dan aeronautika, industri peralatan maritim dan pengiriman berteknologi tinggi, industri transportasi kereta api modern, industri kendaraan nir-awak (self-driving), dan kendaraan dengan energi terbarukan, industri peralatan listrik, industri pertanian, industri bahan baku, dan industri biomedis.
Strategi ini diharapkan dapat menciptakan kemandirian teknologi China agar mampu mencapai swasembada teknologi dalam negeri. Rencana ini bertujuan untuk meningkatkan kandungan domestik komponen inti dan bahan dasar industri teknologi China menjadi 40 persen pada tahun 2020 dan 70 persen pada tahun 2025.
Dengan kata lain, inisiatif ini adalah langkah awal China untuk mendorong inovasi domestik di industri teknologi maju yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi China dalam industri teknologi secara global. Dengan strategi ini, Pemerintah China berupaya utuk menggeser konsentrasi manufaktur China dari low cost manufacturing menuju ke high tech manufacturing yang diharapkan mampu membantu China lolos dari "middle-income trap" sebagaimana yang dikeluhkan oleh negara-negara berkembang lainnya.
Selain itu kemandirian teknologi China diharapkan juga mampu mengurangi ruang untuk campur tangan Amerika Serikat dan membuat China tidak rentan terhadap sanksi ekonomi. Meningkatkan daya saing industri teknologi China hingga dapat menghapus dominasi Barat dalam industri teknologi.
Untuk mencapai ambisi tersebut, pemerintah China memompa investasinya di sektor teknologi canggih dan vital yang saat ini masih didominasi oleh Amerika Serikat dan Eropa. Dalam hal ini, Pemerintah China memberikan subsidi kepada perusahaan-perusahaan teknologi China yang ingin mengakuisisi perusahaan teknologi Barat.
Tidak hanya itu, pemerintah China juga telah mengalokasikan 2 persen dari GDP-nya untuk program R&D agar dapat mendukung ambisi tersebut. Alokasi dana R&D tersebut mengalami kenaikan 14 persen dari tahun 2017 dan 70 persen sejak tahun 2012.
Respon Amerika Serikat
Perang tarif yang diberlakukan oleh pemerintahan Presiden Trump terhadap sektor strategis China merupakan respon terhadap strategi Made in China 2025. Munculnya strategi tersebut membuat Amerika Serikat merasakan timbulnya ancaman terhadap dominasi teknologi yang selama ini menjadi unggulannya di pasar global.