Lihat ke Halaman Asli

Seperti

Diperbarui: 28 Mei 2024   23:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

SEPERTI?

Ibu!
Kenapa rembulan mengintip sambil menangisi Ibu?
Bolehkah aku tahu?
Ibu!
Maaf!
Aku cenderung menghamili-mu dengan pertanyaan.
Aku tahu kalau ibu tidak pernah mengaborsi jawaban dalam kata-kata.
Bahwa ibu selalu amanatkan cinta paling manja pada selembar tangis penuh sakit.
Ibu?


Mencintai itu seperti?
Anak...! Seperti panah berulang-ulang merobek paksa,luka!
Anak...! Mencintai itu selusin berahi jiwa  bukan selusin birahi rindu yang tampan berparas punah.


Ibu, apakah aku terlalu kuyup dengan limbah kemalasan?
Jika demikian maka izinkan aku meramu embun yang meretas seusai malam pulang.


Biarkan aku menulis lupa pada lembaran kusam sambil menghafal jatuh lalu merangkak membawa pulang cinta-ku.

By: Nona Gundi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline