PEMIKIRAN PENDIDIKAN MENURUT KI HADJAR DEWANTARA
Oeh: Siti Aisyah, S.Pd
Berbicara tentang pendidikan dan pengajaran, menurut Ki Hadjar Dewantara itu tidak dapat dipisahkan. Mengapa? karena dua-dua nya sangat penting dalam membentuk manusia yang cakap, beradab sesuai dengan kemampuan dan kodratnya. Perbedaannya antara pendidikan dan pengajaran adalah kalau pendidikan lebih menekankan pada pembentukan insan manusianya, dalam hal ini penanaman sikap dan nilai-nilai yang baik di masyarakat.
Kemudian di dalam pendidikan lebih banyak memakan waktu karena yang dididik di sini adalah bukan perkara fisik dan mental tetapi juga hati dan nafsu. Dan ini bukan perkara mudah. Karena harus menggunakan pendekatan manusiawi. Sedangkan pengajaran adalah memberikan ilmu, dan lebih menekankan pada penguasaan wawasan serta pengetahuan tentang bidang atau pelajaran tertentu seperti mata pelajaran sosial (sejarah, geografi, ekonomi) dan ilmu yang lain.
Pada pengajaran biasanya lebih praktis dan membutuhkan waktu yang tidak lama seperti halnya pada pendidikan. Hasil dari pengajaran maka peserta didik menjadi pandai dan berilmu. Hasil dari pendidikan menciptakan manusia yang beradab, yang baik sebagaimana seperti yang tercantum dalam visi dan misi sekolah atau wadah pendidikan tertentu (sekolah formal dan non formal). Itulah mengapa pendidikan dan pengajaran tidak bisa dipisahkan walaupun keduanya memiliki perbedaan tetapi keduanya adalah saling melengkapi satu sama lain.
Sejarah adanya pendidikan persekolahan di Indonesia itu sebenarnya sudah ada sejak masa pemerintahan Hindia-Belanda (sebelum Indonesia merdeka). Di mana saat itu Vandeventer dari kaum liberalis Belanda mencetuskan ide gagasannya tentang trias politika atau politik balas budi yang salahsatunya adalah edukasi. Ratu Wilhelmina kemudian menyetujuinya agar di Hindia-Belanda diterapkan Edukasi.
Namun edukasi yang diterapkan saat itu masih diberlakukan secara diskriminasi, hanya anak-anak dari golongan bangsawan yang diperbolehkan mengenyam pendidikan dengan model Barat, artinya belum adanya kemerdekaan pendidikan seperti pada pemikiran yang dicetuskan oleh Ki Hadjar Dewantara pelopor Taman Siswa tahun 1922 kala itu.
Perkembangan nasionalisme dan liberalisme di Eropa membuat para kaum priyayi atau pelajar inilah membangkitkan nasionalisme salahsatunya dengan cara memberikan pengajaran dan pendidikan seperti yang dilakukan oleh Ki Hadjar Dewantara.
Sejak saat itulah pergerakan nasional para pelajar dan kaum priyayi dimulai. Pendidikan non formal seperti pesantren/madrasah berdiri, juga pendidikan formal untuk anak-anak pribumi hingga sampai saat ini dengan waktu pendidikan formal yang mengikuti bangsa Jepang sejak masa pendudukan Jepang di Indonesia. Dengan dimensi waktu saat itu SD selama 3 tahun, SMP selama 3 tahun dan SMA selama 3 tahun. Pendidikan formal ala pendudukan Jepang inilah yang sampai saat ini masih terus diterapkan di Indonesia.
Pendidikan yang dilakukan di Indonesia setelah merdeka dilakukan melalui dua wadah yaitu pendidikan formal dan non formal. Pendidikan formal di Indonesia adalah pendidikan yang sering disebut pendidikan persekolahan berupa rangkaian pendidikan yang telah baku, mulai dari jenjang SD sampai dengan jenjang Perguruan Tinggi.
Sementara itu untuk pendidikan TK (Taman Kanak-Kanak) masih dipandang sebagai pengelompokkan belajar yang menjembatani dalam suasana di dalam keluarga dan di SD. Sedangkan untuk pendidikan non formal di Indonesia itu juga sudah mulai beragam. Bagi warga yang belum sempat mengikuti pendidikan dalam jenjang tertentu di dalam pendidikan formal (putus sekolah) maka disediakan pendidikan non formal seperti kejar paket A untuk setingkat SD/MI, kejar paket B untuk setingkat SMP/MTs dan kejar paket C untuk setingkat SMA/MAN.