Setiap orang perlu mendapatkan kesejahteraan hidup baik dari lingkungan masyarakat maupun lembaga pemerintah. Sama halnya dengan kelompok difabel, mereka juga membutuhkan kesejahteraan hidup yang baik walau seringkali dipandang sebelah mata karena keterbatasan yang mereka miliki. Kelompok difabel merupakan orang-orang yang memiliki keterbatasan dalam menjalankan aktivitas kesehariannya. Sehingga perlu adanya perhatian lebih dari masyarakat terutama lembaga pemerintahan. Khususnya dalam hal perekonomian, diskriminasi sering mereka rasakan. Kelompok difabel berharap dapat menjalankan usahanya secara mandiri, sehingga pemerintah perlu berkontribusi langsung dalam mendukung usaha mereka. Penggunaan teknologi yang berkembang seperti halnya media sosial sering digunakan untuk membantu usaha mereka. Hal tersebut dianggap lebih efisien dan tidak memerlukan aktivitas yang berat.
Berada di Desa Karangsono, Bangsalsari, Kabupaten Jember. Dwi Candra Saiful Rizal seorang penyandang difabel tuna daksa yang berusia 27 tahun. Kondisi tersebut terjadi akibat kecelakaan yang telah dialaminya, sehingga membuat setengah badannya tidak berfungsi dengan sempurna. Hanya tangan dan kaki kanannya saja yang dapat digerakkan, bahkan salah satu penglihatan dan indra perasanya sudah tidak dapat berfungsi lagi. Sebelum terjadinya kecelakaan itu Mas Candra sempat menjadi tukang bangunan. Saat melakukan pekerjaan tersebut ia merasa cukup bisa membantu menambah pendapatan ekonomi keluarganya. Tetapi saat ini ia sudah tidak dapat melanjutkan pekerjaannya seperti dahulu lagi.
Semangat Mas Candra yang tinggi tidak membuatnya menyerah begitu saja, ia melakukan berbagai cara agar tetap bisa bekerja dan menghasilkan uang untuk memenuhi perekonomian keluarganya. Cara yang ia lakukan adalah dengan memanfaatkan media sosial yakni berjualan secara online melalui aplikasi Facebook. Disana ia berjualan handphone secara online. Tidak hanya berjualan itu saja, ia juga menjadi agen travel, dan menjual itik. Namun ia hanya sebagai reseller dalam usaha ini, hal tersebut terjadi karena Mas Candra tidak memiliki modal untuk membuka usahanya sendiri. Ia mengaku belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah desa selama menjadi penyandang difabel. Padahal ia sangat berharap mendapat bantuan dari pemerintah dalam bentuk apapun untuk menunjang perekonomiannya.
Pemenuhan hak untuk mendapatkan bantuan sosial bagi penyandang difabel sudah tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 7 tahun 2016 tentang perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Pada pasal 62 yang berbunyi "Pemerintah daerah melalui perangkat daerah yang membidangi wajib memberikan pembinaan, bantuan dan akses permodalan untuk usaha mandiri, badan usaha, dan atau koperasi yang diselenggarakan oleh penyandang disabilitas". Dengan adanya undang-undang ini masyarakat khususnya penyandang difabel sangat berharap adanya bantuan seperti halnya modal usaha untuk dapat mensejahterakan hidup mereka.
Pendapatan yang diperoleh Mas Candra sebenarnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini dibuktikan dengan wawancara kami bersamanya "Biasanya saya dapat keuntungan dari jual hp itu cuma seratus ribu ya kadang cuma bisa dibuat beli kuota saja, kalo agen travel itu dapat 20 ribu per kepala. saya juga bantu mbak jualan itik per ekornya dikasih 500 rupiah. ...Tetangga saya yang tuna wicara saja dapat bantuan, sedangkan saya yang kondisinya begini tidak dapat apa apa, padahal tuna wicara masih bisa beraktivitas seperti orang umumnya beda jauh sama saya." Ujar Mas Candra.
Adapun permasalahan yang dialami oleh Mas Candra ini dapat dianalisis melalui pemikiran Talcott Parsons tentang teori struktural fungsionalisme dalam bukunya "The Social System". Parsons menjelaskan mengenai konsep AGIL (Adaptation, Goal, Integration, Latency) yang merupakan pengembangan dari teori struktural fungsionalisme, menurutnya suatu sistem tidak akan bertahan apabila tidak memenuhi empat persyaratan fungsional. Adaptasi (Adaptation) yaitu bagaimana seseorang dapat bertahan dan menyesuaikan diri dari lingkungannya, sehingga bisa sesuai dengan kehidupan di masyarakat. Dengan keterbatasannya Mas Candra mampu untuk beradaptasi dengan cepat, meskipun awalnya ia merasa tidak percaya diri akan kemampuan dan kondisinya yang demikian.
Tujuan (Goal), dalam sistem sosial seharusnya dapat menentukan sebuah tujuan sekaligus mampu untuk mencapai tujuan yang telah disusun, sehingga dapat mencapai tujuan bersama. Faktanya, peraturan daerah yang telah disusun untuk penyandang disabilitas belum mencapai tujuannya dalam pemenuhan hak-hak difabel, terutama dalam permodalan usaha.
Integrasi (Integration), agar berjalan maksimal masyarakat harus mampu untuk mengatur hubungan dengan sesama anggota masyarakat, hal tersebut dilakukan untuk mempertahankan solidaritas serta menghindari konflik yang bisa terjadi. Mas Candra sering mendapat diskriminasi dari lingkungan sekitarnya, ia bercerita bahwa orang lain sering meremehkan pekerjaannya, bahkan pernah dipanggil pengemis oleh tetangga sekitarnya.
Latensi atau pemeliharaan pola (Latency), dalam konsep ini memiliki pengertian bahwa sebuah sistem sosial harus saling melengkapi, memelihara, dan memperbaiki. Dengan adanya tindakan yang saling memotivasi baik itu dari individu maupun sebuah kelompok, maka sistem sosial sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Bergabungnya Mas Candra ke dalam Komunitas Perpenca (Persatuan Penyandang Cacat) menjadikannya lebih bersemangat untuk menjalankan kehidupan. Ia menjelaskan bahwa sejak tergabung ke dalam Komunitas Perpenca ia dapat bertemu dengan sesama penyandang difabel lainnya, sehingga motivasi yang menguatkan antara anggota satu dengan anggota lainnya dapat membentuk sebuah hubungan yang saling mengerti satu sama lain.
Jika dikaitkan dengan Konsep AGIL, permasalahan yang dialami oleh Mas Candra belum sepenuhnya memenuhi persyaratan dari suatu sistem sosial yang efisien. Dari segi pandang Mas Candra, pemerintah desa tidak pernah melihatnya sebagai seseorang yang berkebutuhan khusus, padahal dalam sebuah sistem di masyarakat harus terdapat dukungan dan kerja sama dari semua elemen baik masyarakat maupun pemerintah. Pemerintah perlu memberi perhatian langsung dan menyeluruh. Bukan hanya pada masyarakat tertentu saja. Pemerintah seharusnya melakukan pendataan dan juga penyaluran modal usaha yang sangat dibutuhkan oleh para kelompok difabel. Jika hal tersebut terealisasikan dengan baik maka akan memberi dampak positif bagi para penyandang difabel dimana mereka dapat memiliki usaha yang lebih mandiri dan tidak bergantung pada orang lain.
"Harapan saya apabila diberi modal dari pemerintah ya jualan makanan di depan rumah, buka konter. Pokoknya saya punya usaha sendiri gak perlu ikut sama orang lain." Ucap Mas Candra. Harapannya sangat besar terhadap pemerintah, janji-janji manis pemerintah hendaknya bukan sekedar omong kosong belaka, pemenuhan akan kesejahteraan sosial sudah seharusnya diimplementasikan secara nyata.