“BRAKK” lagi lagi pintu depan dibanting oleh Simon, lalu terdengar suara teriakan marah ibunya dari arah dapur. Setiap hari setelah pulang sekolah, tanpa berganti baju, tanpa bersih-bersih, tanpa makan siang, Simon selalu lanjut pergi bermain tanpa izin sang ibu. Kemanakah Simon pergi?
Simon pergi ke bekas stasiun kereta. Dahulu stasiun ini dipergunakan untuk kereta antar kota. Akan tetapi, stasiun ini dipindah lokasi ke tempat yang baru karena tempat ini terlalu sempit. Saat ini stasiun dibiarkan terbengkalai, terkadang tampak beberapa pemulung berkumpul disana, tapi terkadang tidak ada seorang pun yang muncul disana.
Simon sangat menyukai cerita detektif, ia selalu berkhayal menjadi seorang detektif yang menemukan harta karun, penyimpanan barang curian, ataupun lorong-lorong tersembunyi. Karena itulah, Simon senang sekali bermain di stasiun lama ini. Ia menyusuri lorong-lorong stasiun, berusaha mencari pintu-pintu rahasia. Menjelang malam setelah puas bermain barulah Simon pulang ke rumah. Ia selalu disambut oleh kemarahan sang ibu, bahkan seringkali ibunya memberikan hukuman-hukuman seperti dilarang keluar rumah selama dua hari, lima hari bahkan seminggu. Tetapi Simon selalu menemukan celah untuk menyelinap keluar dan kembali ke stasiun.
Suatu ketika Simon dikenai hukuman dilarang keluar rumah selama seminggu. Simon pun mencari akal untuk keluar rumah, karena kemarin dia telah menemukan pintu aneh di dalam stasiun, ia tak sabar untuk kembali ke stasiun dan melihat ada apa dibalik pintu itu. Akhirnya, Simon memutuskan untuk menunggu ibunya masuk kamar mandi, lalu ia pun menyelinap melalui halaman belakang rumah.
Sesampainya di stasiun, Simon masuk ke dalam bangunan besar itu, ia mencari pintu aneh yang kemarin dilihatnya. Ternyata pintu itu terkunci. Simon pun membuka nya dengan bantuan besi panjang yang ditemukannya di luar, mudah sekali membongkarnya karena pintu itu sudah aus dimakan waktu. Didalamnya begitu gelap, Simon pun menyalakan senter kecil yang selalu ia bawa di saku celananya. Ruangan itu ternyata begitu besar, mirip seperti pabrik pengolahan keju yang pernah ia lihat. Simon pun terus berjalan, disekelilingnya banyak kotak-kotak kosong berserakan, sepertinya dulu dipergunakan untuk menyimpan perkakas.
Permukaan tanah yang ia injak tidak lagi terasa rata tetapi mulai berbatu-batu, Simon pun mengarahkan senternya ke lantai, tiba-tiba ia melihat kilauan. Kilau apakah itu? Simon pun mendekat, ternyata itu adalah besi rel kereta api. Mengapa ada rel didalam bangunan ini? Simon pun berlari kegirangan mengetahui ada sebuah misteri dihadapannya. Ia mencari-cari ujung rel itu, sekilas tertangkap matanya sebuah bayangan hitam tinggi dihadapannya. Ketika ia mengarahkan senternya, ternyata ada sebuah lokomotif berwarna biru didepannya. Dengan girang Simon pun naik kedalamnya.
Keadaan di dalam lokomotif itu masih bagus, hanya terselimuti debu. Simon terus menyusuri dalam lokomotif hingga ke gerbong-gerbong belakang. Gerbong-gerbong itu tidak memiliki jendela, masing-masing gerbong didesain dengan nuansa yang berbeda. Dari nuanasa romawi, kerajaan jawa, jepang, hutan rimba, dan masih banyak lagi. Gerbong demi gerbong ia lalui, semakin lama Simon merasakan sesuatu yang aneh, gerbong-gerbong ini seperti tidak berujung, dibelakang satu gerbong, selalu ada gerbong yang lain. Sampai akhirnya Simon merasa kelelahan. Ia pun beristirahat sejenak, kemudian melanjutkan mencari ujung gerbong agar ia bisa keluar. Simon pun semakin resah, ia takut sekali tidak dapat keluar dari kereta itu. Simon mempercepat langkahnya, ia berharap semakin cepatia berjalan, semakin cepat ia sampai ke ujung kereta. Tetapi ia tidak pernah bisa menemukan ujung kereta itu. Simon lelah sekali, langkahnya semakin gontai, kakinya sakit seperti telah berjalan berkilo-kilo meter jauhnya. Simon teringat akan pesan ibunya, bahwa ia tidak diperbolehkan pergi tanpa izin dari sang ibu, ia juga tidak diperbolehkan memasuki suatu tempat tanpa terlebih dahulu meminta izin kepada pemiliknya. Simon menyesal sekali tidak mengikuti pesan ibunya. Dalam keadaan lapar dan lelah, akhirnya Simon tertidur di salah satu sudut gerbong yang gelap.
“PLAKK!!” tepukan keras dipunggung Simon membangunkannya. Ia membuka mata, tetapi dengan cepat memicingkan matanya karena cahaya matahari yang menyilaukan. Kembali ia berusaha membiasakan diri dengan cahaya terang, tampak didepannya seorang lelaki tua yang tadi memukul punggungnya. Lelaki tua itu tampak marah. Lelaki tua itu memarahi Simon, ia berkata bahwa Simon anak yang nakal karena tidak menuruti pesan orangtua. Lelaki tua itu menceritakan bahwa anak yang tidak menuruti perkataan orangtuanya tidak akan pernah menemukan jalan pulang dan tidak akan lagi bertemu orang tua nya, kecuali ia telah menyadari dan menyesali kesalahannya. Simon yang ketakutan, meminta maaf kepada lelaki tua itu sambil menundukkan kepala, ia berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika ia menengadah, lelaki tua itu telah hilang dari pandangan. Tanpa membuang waktu, Simon pun berlari pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, Simon memeluk ibunya. Ia meminta maaf kepada ibunya karena tidak pernah mendengar perkataan sang ibu. Ia berjanji tidak akan lagi mengulangnya. Semenjak itu Simon tidak pernah lagi pergi keluar rumah tanpa izin, ia juga tidak pernah lagi masuk ke dalam stasiun lama itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H