Lihat ke Halaman Asli

stevin devas

Mahasiswi Universitas Airlangga

Jelang Hari Hipertensi Sedunia 2023, Bagaimana Kasusnya di Indonesia?

Diperbarui: 16 Mei 2023   20:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Hari hipertensi diperingati setiap tanggal 17 Mei di seluruh dunia, "Measure Your Blood Pressure Accurately, Control It, Live Longer" yang memiliki arti "Ukur Tekanan Darahmu, Kendalikan, Hidup Lebih Lama"  merupakan tema yang diangkat oleh World Hypertension League (WHL) pada hari hipertensi dunia tahun 2023 ini.  Dilansir dari laman Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK), Indonesia berada pada urutan ke-5 penderita hipertensi terbanyak di dunia. Saat kita mengetikkan kata hipertensi di kolom pencarian internet, maka akan muncul bahwa kasusnya di Indonesia mencapai angka 2 juta per tahun. Hal tersebut tentu bukanlah hal yang membanggakan, melainkan harus mendapat perhatian dan segera dilakukan tindakan, baik oleh pemerintah maupun dari masyarakat itu sendiri. 

Hipertensi atau yang biasa dikenal dengan darah tinggi merupakan salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang sering dialami oleh masyarakat Indonesia. Dilansir dari laman website Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah terjadinya peningkatan pada tekanan darah sistolik yaitu lebih dari 140 mmHg dan pada tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg dilakukan dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit antara pengukuran pertama dan pengukuran kedua, dengan keadaan cukup istirahat atau tenang, biasanya duduk atau berbaring. Penyakit ini tidak boleh dianggap remeh karena hipertensi memegang peran penting atas beberapa penyakit seperti jantung, stroke, gangguan saraf, ginjal, bahkan dapat menyebabkan kematian. 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengungkapkan bahwa hampir setengah dari kasus serangan jantung diakibatkan oleh tekanan darah yang tinggi, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa orang yang memiliki penyakit hipertensi berisiko dua kali lipat terserang penyakit kardiovaskular. Menurut Jurnal  Kesehatan Masyarakat yang diterbitkan oleh FKM UNDIP, faktor risiko terjadinya hipertensi ini dibagi menjadi dua, yang pertama adalah faktor yang tidak bisa diubah meliputi usia dan jenis kelamin, sedangkan faktor risiko yang bisa diubah adalah kebiasaan merokok, kurangnya konsumsi buah dan sayur, konsumsi garam berlebih, obesitas, kurangnya aktivitas fisik, mengkonsumsi alkohol berlebihan, dan stres.

Sampai saat ini pemerintah telah melakukan beberapa upaya seperti memberikan upaya preventif, mengedukasi masyarakat, dan juga memberikan beberapa informasi relevan seperti peningkatan kasusnya dan keterkaitannya dengan beberapa penyakit lain, melalui media sosial instagram, tiktok, serta melalui website resmi P2PTM dan Kemenkes RI, namun masyarakat juga harus berhati-hati terhadap berita hoax jika melakukan pencarian di internet, dihimbau agar mencari sumber yang terpercaya. Meskipun pemerintah telah melakukan upaya tersebut, harus tetap ada kesadaran dari masyarakat itu sendiri, karena terkadang masyarakat Indonesia masih menganggap remeh penyakit hipertensi ini, biasanya dengan cara tidak memeriksakan atau mengecek tekanan darahnya dan pada umumnya baru melakukan upaya preventif yang dianjurkan setelah mengalami hipertensi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline