Lihat ke Halaman Asli

Kebebasan dan Tanggung Jawab

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pelanggaran dalam Memelihara Hewan Peliharaan

Saat sebelum masuk kuliah saya sempat bekerja di salah satu kantor kementerian di daerah Jakarta (Jakarta-Pusat), ketika mendapatkan gaji pertama saya, saya ber inisiatif untuk ditabung untuk membeli seekor “kucing” Persia berbulu tebal yang sangat cantik dan lucu.

Ketika bulan demi bulan pun berlalu maka cukup lah sudah uang tabungan saya mencukupi untuk membeli seekor kucing yang cantik itu. Dibawalah ke rumah kucing Persia bernama “princess” yang berumur 1 tahun dengan warna coklat di bulunya yang cantik itu sesuai dengan keinginan saya yang masih kecil tersebut yang masih belum tercapai untuk memelihara seekor kucing Persia tersebut.

Singkat cerita princess pun sudah muali birahi (memasuki masa perkawinan) untuk seekor kucing, dan pada saat itu saya pacak (kawinkan) dengan seekor kucing jantan yang berbadan besar yang berada di “pet shop” yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah saya.

Setelah satu mingg “di petshop” akhirnya princess saya bawa pulang ke rumah untuk kembali saya urus, dansaya cek perut princess ternyata dia positif hamil, melihat itu saya sangat senang sekali. Sembilan minggu lamanya akhirnya dari perut princess yang semakin lama semakin membesar itu pun telah lahir 3 ekor anak kucing dengan 1 jantan dan 2 betina yang lucu-lucu itu, dan juga berbeda warna satu dengan yang lainnya.

Pada akhirnya saya rawat princess yang sehabis melahirkan dan anaknya yang masih bayi, pada saat itu memang saya lakukan terhadap bayi-bayi tersebut karena yang saya lihat dari pandangan saya ialah masih bayi yang belum bias saya rawat dengan terlalu sempurna.

Saya tidak sabar untuk menunggu si buah hati princess menjadi kucing yang dewasa yang nantinya akan saya ajak untuk bermain. Akan tetapi itu memang tidak mudah karena orang tua saya tidak terlalu setuju dengan saya memelihara banyak-banyak kucing tersebut. Dan pada akhirnya princess yang malang itu jatuh ke sahabat saya yang bernama “laila”. Dan pada saat anak-anaknya tumbuh dewasa ke dua anak kucing saya jatuh sakit, saya tidak tahu apa penyebab sakitnya kedua kucing saya tersebut.

Saya ingin membawanya ke dokter hewan akan tetapi pada saat itu saya tidak mempunyai uang saku yang lebih, saya melihat kondisi kedua anak kucing saya sebelumnya makannya dengan lahap, bermain, dan meloncat kesana-kemari kini hanya melemas dan hanya berbaring di kandangnya.

Setelah seminggu telah berakhir akhirnya kedua kucing saya kondisinya semakin lama semakin melemah, dan pada saat keesokannya harinya pun kedua kucing saya “meninggal dunia”, mengapa saya katakana “meninggal” kenapa tidaksaya katakana “mati”, karena kedua anak kucing saya sudah menjadi bagian dari hidup atau keluarga saya.

Dan yang tersisa pada saat ini hanya tinggal satu ekor saja, dan pada akhirnya saya beri nama “Steffi” sampai saat ini dia masih menemani saya pada saat saya gelisah, senang, ketika saya sedang tidur, bahkan bias menjadi teman obrolan atau teman stress di kala tidak ada pekerjaan di dalam rumah.

Dan pada akhirnya saya sadar bahwasannya yang saya lakukan ialah saat ini sebuah kebebasan yang timbul dari diri saya tersendiri namun kebebasan tersebut punya arti dan tanggung jawab tersendiri bagi saya, yang dimana tanggung jawab itu ialah saya harus mengubur ke dua anak kucing saya yang telah “meninggal” , dan juga saya harus merawat “Steffi” yang pada saat ini muai memasuki pada umur 10 bulan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline